Bagi Anda wisatawan yang ingin datang ke Kota Payakumbuh, sepertinya tidak akan berkesan hari-hari anda di Kota Randang (Rendang -red) ini tanpa singgah di Jembatan Ratapan ibu, sebuah Jembatan bersejarah nan penuh makna dan arti bagi orang Luak 50 (Kota Payakumbuh – Kabupaten Limapuluh Kota-red).
Jembatan ini berada di tengah Kota Payakumbuh. Jika Anda memasuki kota Payakumbuh dari arah Kota Bukittinggi, kemudian melewati Gapura Selamat Datang di Kota Payakumbuh, Bukit Sibaluik, lalu menempuh jalan Soekarno-Hatta sepanjang 3 km. Dari tugu Adipura, berbelok ke kanan ke arah pasar Kanopi. Anda akan menemukan Jembatan ini setelah maju ke depan sejauh 500 meter.
Disarankan bagi Anda wisatawan untuk datang pada malam hari. Suasana romantis akan sangat terasa ketika lampu dengan beragam warna menghiasi jembatan. Sungguh cantik dan menawan. Ditambah lagi, di tepi jembatan telah disediakan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh spot untuk berselfie ria. Kenangan anda berjalan di Kota Payakumbuh akan abadi dengan rona lampu hias ini.
Saat ini, Jembatan Ratapan ibu menjadi salah satu unggulan pariwisata Kota Payakumbuh. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di areal jembatan yang dibangun oleh Pemerintah Kota Payakumbuh sangat bersih, nyaman dan indah. Cocok bagi wisatawan menghabiskan sore dan malam bersama keluarga. Di samping kiri dan kanan, banyak tempat untuk berbelanja. Tatanan nan romantis memberikan inspirasi bagi anda yang ingin memenangkan diri untuk berkarya.
“Di Jembatan Ratapan Ibu ini sudah kami poles secara perlahan. Sebagai lokasi yang bersejarah, perlu pembenahan yang bersifat signifikan dan berkelanjutan. Sekarang sudah cocok sebagai spot untuk wisata,” ujar Kepala Dinas Elfriza Zaharman, Senin (1/04/2019).
Sebagai informasi, Jembatan Ratapan Ibu merupakan jembatan tertua di Kota Payakumbuh yang dibangun tahun 1840 M atau tepatnya 8 tahun setelah penjajah Belanda masuk ke Luak 50. Cukup banyak yang menaruh rasa, harap dan asa dari Jembatan ini.
Menurut sejarah yang ada, terdapat kejadian penting pada masa Perjuangan Kemerdekaan RI tahun 1947. Disini puluhan anak-anak di bantai oleh serdadu Belanda dan mayatnya di buang ke sungai Batang Agam. Para ibu yang anaknya menjadi korban kekejaman tentara Belanda hanya bisa meratap dan menangis diatas jembatan.
Sejarah Jembatan Ibu inilah yang melekat dibenak masyarakat Payakumbuh dan Sumatera Barat. Kisah dan sejarah yang sudah membahana tersebut menjadi peluang untuk mendatangkan para wisatawan untuk berkunjung ke Payakumbuh.
“Sebagai Jembatan yang bersejarah, perlu ada perhatian. Jadi kami sedang merancang untuk memperindah jembatan ini. Walaupun dalam sejarahnya disini terjadi pembantaian kepada anak-anak oleh serdadu Belanda. Selain mendukung situs sejarah, kami juga memfasilitasi masyarakat dan wisatawan untuk mengenang kembali peristiwa naas saat Perang kemerdekaan RI dulu. Apa yang telah kami lakukan ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada para pejuang dan korban di jembatan Ratapan ibu ini dulu,” ucap Elfriza.
Kedepan, jembatan ini akan dipoles sedemikian rupa dengan tata kelola manajemen profesional. Berbagai fasilitas wahana bermain, WC umum, tempat sampah, penambahan lampu dan ruang hijau akan dibangun.
“Jadi akan ada wahana bermain untuk wisatawan yang disediakan Pemko di lokasi ini. Termasuk WC umum dan pengamanan dari Pol PP di jembatan ini,” ucapnya.
Perlahan tapi pasti, hal inilah yang disebut oleh Elfriza untuk membangun jembatan Ratapan Ibu sesuai harapan bersama. Hari ini, Jembatan Ratapan Ibu sudah berbenah dan menjadi salah satu icon wisata unggulan Kota Payakumbuh.
Kedepan, jembatan ini ditargetkan menjadi salah satu icon wisata unggulan di Sumatera Barat.