AGRARIA.TODAY – Sebagai upaya membumikan program Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak Hubungan Masyarakat (Humas) seluruh Kementerian/Lembaga untuk mengetahui lebih dalam Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 melalui kegiatan Forum Tematik Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) di Jakarta (12/09).
Pada kesempatan tersebut, Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, menyampaikan pentingnya peran hutan tropis untuk pengendalian iklim dan sasaran penurunan emisi sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030, yang ingin dicapai melalui implementasi Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“Capaian ini ditentukan oleh pengurangan emisi dari deforestasi dan lahan gambut (dekomposisi gambut dan kebakaran gambut); peningkatan kapasitas hutan alam dalam penyerapan karbon (melalui pengurangan degradasi dan meningkatkan regenerasi); restorasi dan perbaikan tata air gambut; restorasi dan rehabilitasi hutan; pengelolaan hutan lestari dan optimasi lahan tidak produktif untuk hutan tanaman dan tanaman perkebunan,” jelas Ruandha.
Ia menambahkan untuk mendukung perencanaan operasional menuju Net Sink sampai ke tingkat tapak, Indonesia memanfaatkan tiga informasi spasial yaitu Peta Indeks Biogeofisik, Peta Arahan Optimasi Kawasan Hutan berdasarkan Indeks Jasa Lingkungan/Indeks Jasa Ekosistem, dan Peta Tipologi Kelembagaan.
Terdapat dua kebijakan instrumen yang disampaikan dalam Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yaitu kebijakan umum dan kebijakan mangrove. Kebijakan umum yaitu prakondisi kawasan hutan, mempertahankan hutan alam yang masih tersisa, mendorong terjadinya regenerasi hutan alam terdegradasi, efisiensi penggunaan lahan dan optimasi lahan tidak produktif, akselerasi kegiatan penyerapan karbon, pengembangan kebijakan fiskal untuk sektor FOLU, penegakan hukum, dan penguatan basis data sektor FOLU.
Ruandha juga menambahkan bahwa tidak kalah penting adalah potensi mangrove seluas 3.364.080 ha yang dimiliki oleh Indonesia. Mangrove dapat menjadi peluang untuk kontribusi dalam mengurangi emisi GRK.
“Atas capaian yang sudah dilakukan KLHK, dukungan komunikasi publik perlu diberikan. Komunikasi kebijakan yang baik akan melahirkan atensi positif pada masyarakat dan meminimalisir kesalahpahaman publik. Impresi yang baik akan mendukung capaian yang sudah dilakukan sehingga kebijakan bisa mencapai tujuannya,” sambut Usman Kansong, Ketua Umum Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (Bakohumas) yang juga Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo sebagaimana dibacakan oleh Hasyim Gautama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Kementerian Kominfo.
Menyadari banyaknya istilah teknis dalam bidang perubahan iklim, maka Usman mengarahkan agar cara komunikasi pemerintah harus bertransformasi agar lebih mudah dipahami masyarakat umum. “Kita tidak bisa puas hanya dengan menyebarkan press release atau sekedar membuat konferensi pers. Perlu ada narasi kreatif dan populis untuk menyampaikan pesan kebijakan pemerintah terkait isu lingkungan hidup,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menekankan perlunya aspek kejelasan dalam pengemasan informasi yang kreatif khususnya data dan informasi yang valid dan konsisten, tidak berbeda-beda dengan data dari instansi lainnya. Hal ini dinilai dapat memberi ruang kepada masyarakat untuk menyukseskan program lingkungan hidup yang diusung pemerintah.
Sementara itu, mendukung percepatan publikasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yang kreatif, Kepala Biro Humas KLHK, Nunu Anugrah menyampaikan bahwa sosialisasi informasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 perlu mempertimbangkan kebutuhan setiap segmen sehingga lebih efektif. “KLHK saat ini juga tengah mengembangkan cara dan metode yang tepat agar publik mudah memahami berbagai hal tentang agenda perubahan iklim. Hal ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat memahami lebih cepat apa itu Indonesia’s FOLU Net Sink 2030,” tambahnya.
Dihadiri oleh lebih dari 50 peserta, baik secara faktual maupun virtual, acara ini dilengkapi dengan kegiatan kunjungan lapangan ke Taman Wisata Alam Angke Kapuk di Jakarta. Pada kegiatan tersebut, para peserta dapat mengamati potensi hutan mangrove secara langsung. (*)