Makassar – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri memaparkan tata kelola informasi yang berubah 180 derajat. Hal itu diungkapkannya saat membuka Rapat Koordinasi Pengelola Pengaduan dan Informasi Publik Kemendagri dan Pemerintah Daerah di Ballroom Eboni, Gammara Hotel, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (18/03/2019).

“Paradigma yang berubah 180 derajat setelah reformasi tata kelola negara yang tertutup jadi sangat terbuka. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka umum. Masyarakat boleh menyampaikan pendapat di muka publik, hak politik juga berbeda sekarang lebih dijamin undang-undang. Kalau ada Undang-undang yang merasa mengganggu hak konstitusional, masyarakat bisa  menggugat ke MK (Mahkamah Konstitusi),” Kata Bahtiar.

Oleh karenanya, Bahtiar menekankan pentingnya suatu daerah memiliki unit kerja yang mengelola informasi publik melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pasca era keterbukaan informasi publik yang berdampak pada perubahan tata cara mengelola sebuah pemerintahan.

“Patut saya ingatkan mengelola negara hari ini, berbeda dengan zaman sebelumnya. Dalam perkembangannya untuk menjamin hak-hak politik, hak kebebasan berserikat berkumpul, hak-hak sipil, harus dibentuk yang namanya pengelola informasi publik. Hal ini dilakukan sebagai ini salah satu cara Pemerintah menjamin dan memastikan hak-hak  itu dilayani. Pemerintah Pusat  dan Pemerintah Daerah wajib memiliki unit kerja yang mengelola informasi publik ini,” tegas Bahtiar.

Pasal 36 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengamanatkan “Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan,”. Hal ini mensyaratkan pengelolaan pengaduan bukan menambah beban pekerjaan, melainkan tanggung jawab yang melekat pada setiap instansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Lakukan Evaluasi Pelaksanaan PNBP Terpusat

Dijelaskan Bahtiar, pemerintahan yang terbuka dengan keterbukaan informasi memiliki makna, mengurangi korupsi, penyelenggaraan pemerintahan yang lebih responsif terhadap publik, meningkatkan pelayanan publik, serta mendorong inovasi baru untuk meningkatkan efisiensi.

“Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Komisi Informasi Pusat, ada rilis daerah yang termasuk kategori informatif dan tidak. Apa maknanya informatif dan tidak? Sebenarnya, daerah tidak informatif termasuk tidak transparan dan potensi korupsinya masih kuat, inilah fungsinya keterbukaan informasi publik,” terangnya.