Penguatan integrasi antara pertanahan dan tata ruang terus dilakukan sehingga hak kepemilikan atas suatu tanah tidak bertentangan dengan hak pemanfaatan suatu tanah, hal itu akan meminimalisir terjadinya sengketa dan konflik. Penataan ruang merupakan proses perumusan kebijakan tatanan masa depan dari suatu wilayah yang pada pelaksanaannya melibatkan berbagai sektor yang saling terkait.

“Saat ini Presiden RI Joko Widodo menyadari sangat dibutuhkan percepatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Ia memberikan instruksi kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mendorong percepatan RDTR khususnya pada daerah yang memiliki potensi keunggulan ekonomi, daerah dengan program strategis nasional, dan daerah yang rawan bencana,” ujar Sekretaris Jenderal, Himawan Arief Sugoto pada acara Pembekalan Penguatan Penyelenggaraan Penataan Ruang di Hotel Mercure Bali Legian, Bali, Jumat (15/3).

Rencana penguatan tata ruang sebagai payung hukum pembangunan ini sangat penting agar percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur nasional negara dapat dilakukan untuk mengejar kebutuhan dan bisa menjadi negara yang unggul dan punya prospek atau potensi yang besar.

Saat ini, juga sangat dibutuhkan kerja sama antara pemerintah daerah (Pemda) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian ATR/BPN melalui Kantor Pertanahan yang ada di seluruh Kabupaten/Kota untuk penyetaraan tingkat pemahaman penyusunan rencana tata ruang dan RDTR. Karena baru 52 Peraturan Daerah (Perda) RDTR dari kebutuhan minimal 2.000 RDTR yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Kementerian ATR/BPN menargetkan tahun ini harus ada 100 RDTR baru.

“Persoalan utama dalam penyelesaian RDTR itu adalah masalah data sharing antara Pemda yang tanggung jawab dalam penyusunan RDTR dengan Kantor Pertanahan (Kantah) di daerah yang punya informasi tentang data spasial yang cukup detail. Jadi untuk mempercepat penyusunan RDTR dengan mempermudah data sharing dan memberikan pemahaman terhadap tata ruang antara satu daerah yang saat ini masih berbeda,” ujar Direktur Jenderal Tata Ruang, Abdul Kamarzuki.

Baca juga  Momentum Perbaiki Layanan Pertanahan

Ia menambahkan Kantah sebaiknya sudah bisa tahu manfaat tata ruang itu seperti apa sehingga pada saat data sharing tidak ada kendala. Kantah juga perlu pemahaman dasar tata ruang dan bagaimana membaca produk tata ruang, agar tahu kontribusi kantah dalam penyusunan tata ruang itu seperti apa.

Himawan Arief Sugoto menambahkan Kantor Pertanahan harus menggunakan produk Rencana Tata Ruang (RTR) dan RDTR sebagai acuan penyelenggaraan pelayanan tanah, sehingga untuk zona tertentu tidak perlu diterbitkan sertipikat seperti zona rawan bencana. “Saya sebagai Sekretaris Jenderal yang melakukan pembinaan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) telah menetapkan agar Kepala Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan BPN sampai dengan jajaran tertentu wajib memahami tata ruang dan akan menambahkan tupoksi tata ruang,” ujarnya. (NA/TA)