Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), melalui Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, saat ini sedang melaksanakan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL). Produk dari PTSL ini dapat berupa peta dan sertipikat tanah, yang di dalamnya memuat data pertanahan serta peta bidang tanah. Saat ini, kita tentu banyak mengetahui tentang sertipikat tanah, namun tahukah apa itu peta?
Peta merupakan gambaran bidang tanah dengan skala tertentu melalui sistem proyeksi. Dalam kegiatan pertanahan di Kementerian ATR/BPN, dikenal peta dasar dan peta tematik. Saat ini kita akan membahas dahulu tentang peta dasar. Sebenarnya apa itu peta dasar?
Peta dasar adalah peta yang digunakan dalam rangka kegiatan pendaftaran tanah, tata ruang dan pembuatan tematik lainnya. “Kalau boleh dibahasakan peta dasar ini merupakan dasar untuk membuat peta tematik. Istilah gampangnya kalau ingin buat rumah, kan harus ada pondasinya. Peta dasar ini menjadi pondasinya, peta tematik rumahnya,” kata Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Agus Wahyudi.
Menurut Agus Wahyudi, saat ini Direktoratnya sedang membuat peta dasar pertanahan. “Peta dasar pertanahan merupakan one map policy-nya Kementerian ATR/BPN dan saat ini pembuatannya sudah mencapai 49,05 persen. Kami menargetkan ini selesai tahun 2022, karena jika ini selesai dapat menunjang penyelesaian PTSL yang ditargetkan selesai tahun 2025,” kata Agus Wahyudi.
Lebih lanjut, Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar tidak melulu mengurusi pembuatan peta dasar pertanahan saja. Agus Wahyudi memaparkan bahwa Direktoratnya juga terlibat dalam pengadaan peralatan teknis pengukuran bidang tanah. Sebagai informasi, ada 3 alat ukur yang digunakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, yakni pita ukur, Teodolit/Total Station serta Global Positioning System (GPS).
“Setiap alat ukur, terutama Total Station dan GPS, punya karakteristik khusus. Apabila di lapangan, medan yang diukur berupa sawah, ladang atau kebun, itu digunakan GPS dalam mengukurnya. Namun, apabila kondisi medan yang diukur ada gunung maupun bukit disana, kita menggunakan Total Station,” kata Agus Wahyudi.
Agus Wahyudi mengungkapkan bahwa dalam kepemilikan alat ini, Direktoratnya memiliki sebuah grand design. Harapannya setiap Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memiliki 1 unit Total Station dan 1 set GPS. “Kami berharap mereka memiliki dua alat tersebut guna mendukung kegiatan pengukuran di lapangan,” imbuh Agus Wahyudi.
Sebagai informasi kini Kementerian ATR/BPN memiliki 1.600 unit GPS serta 400 unit Total Station.
Setelah membahas alat penunjang pengukuran yang hasilnya berupa peta, Direktorat Pengukuran dan Pemetaan juga memiliki tugas utama terkait pengadaan juru ukur. Target PTSL 5 juta bidang, pada tahun 2017 serta 7 juta bidang pada tahun 2018, membuat Kementerian ATR/BPN melakukan banyak terobosan. Mulai dari pemangkasan waktu pengumuman pembuatan sertipikat tanah hingga perekrutan Surveyor Kadastral Berlisensi.
“Dengan adanya PTSL yang memiliki target besar, kita kekurangan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai juru ukur sebanyak 8.000 orang. Akhirnya, untuk menutupi kekurangan tersebut, kita merekrut Surveyor Kadaster Berlisensi,” ujar Agus Wahyudi.
Menurut Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 33 Tahun 2016 tentang Surveyor Kadaster Berlisensi, Surveyor Kadaster adalah seseorang yang mempunyai keterampilan dan keahlian dalam menyelenggarakan proses survei dan pemetaan pertanahan dalam rangka pendaftaran tanah dan bertanggung jawab di hadapan hukum atas data survei yang dihasilkannya. “Surveyor Kadaster tersebut kami beri lisensi sehingga disebut Surveyor Kadaster Berlisensi, yang merupakan mitra kerja Kementerian ATR/BPN,” kata Agus Wahyudi.
Hingga tahun 2019, jumlah Surveyor Kadaster Berlisensi sebanyak 9.617 orang. (RH/TA).