Sertipikat tanah merupakan muara dari kegiatan pendaftaran tanah. Apabila ada yang belum tahu, pendaftaran dimulai dari proses pengukuran serta pembuatan peta. Peta merupakan gambaran dari suatu wilayah, yang di dalamnya memuat skala, legenda serta identitas lainnya. Tugas pembuatan peta pertanahan menjadi salah satu tugas utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam business process Kementerian ATR/BPN, mengenal dua jenis peta, yakni peta dasar Pertanahan (PDP) serta Peta tematik pertanahan. Contoh peta tematik dapat dijumpai didalam sertipikat tanah yang anda miliki. Namun, PDP tentu banyak yang belum mendengar apalagi mengetahuinya.
Peta dasar merupakan suatu peta yang menjadi dasar untuk membuat peta tematik pertanahan, yang temanya lebih dari 20 jenis. Artinya peta tematik ini hanya bisa dibuat jika peta dasar sudah tersedia. Menurut Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Agus Wahyudi Peta dasar merupakan base map dalam konsep one map policy nya Kementerian ATR/BPN. “Peta dasar merupakan kebijakan satu petanya Kementerian ATR/BPN. Untuk itu, ini menjadi dasar dalam kegiatan pemetaan kita,” kata Agus Wahyudi.
Agus Wahyudi mengungkapkan bahwa pembuatan PDP, hingga akhir tahun 2018 sudah mencapai 49,05 %. Menurutnya persentase itu sudah mencakup 31,54 juta hektare luas wilayah daratan di seluruh Indonesia. “Kami merencanakan pada tahun 2019 ini ada tambahan cakupan sebanyak 3,8 juta hektare (4,8 persen),” kata Agus Wahyudi.
Kementerian ATR/BPN juga bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dalam hal Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).
“Ketersediaan CSRT, berdasarkan raw data dari LAPAN, mencakup 51,17 juta hektare atau 79,55 persen,” kata Agus Wahyudi.
Berdasarkan data dari Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, area yang belum tersedia CSRT LAPAN seluas 13,15 juta hektare atau 20,45%. Dalam pernyataannya, Agus Wahyudi mengutarakan kekurangan data CSRT ini tidak dapat dilakukan secara business as usual . “Untuk memenuhi 13 juta hektare, dalam 3 tahun harus dilakukan pemetaan 4 juta hektare per tahun secara proaktif. Ini tidak mungkin dapat dicapai jika kita menunggu akuisisi CSRT oleh LAPAN,” ujar Agus Wahyudi.
Lebih lanjut, menurut Agus Wahyudi, untuk memenuhi target CSRT tersebut, kegiatan pemotretan dapat dilakukan dengan pesawat berawak atau nirawak.
Penyelesaian PDP sudah menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi demi mendukung suksesnya PTSL. “Kami menargetkan penyelesaian PDP dapat selesai pada tahun 2022, guna mendukung target PTSL yang ditargetkan selesai pada tahun 2025,” ujar Agus Wahyudi. (RH/TA)