Salah satu muatan yang diatur dalam RUU Pertanahan yaitu amanat pembentukan Bank Tanah. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Reforma Agraria, Bank Tanah diyakini dapat mencegah, menyelesaikan konflik atau sengketa agraria, serta mengatasi berbagai persoalan pertanahan mulai dari hulu hingga hilir.
“Kami berpikir, sekarang susah mencari tanah untuk kegiatan Reforma Agraria, cara mengatasi hal tersebut, dengan adanya lembaga operator yang dimiliki negara yaitu namanya bank tanah yang otoritasnya nanti dimiliki oleh Pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia,” ujar Herman Khaeron, Ketua Pantia Kerja (Panja) RUU Pertanahan saat menghadiri acara Diskusi Reforma Agraria di Kantor Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta, Rabu (31/07).
Herman Khaeron menambahkan tidak ada benturan antara Bank Tanah dengan Reforma Agraria, sebab di dalam RUU Pertanahan ini telah berikan satu bab khusus tentang Reforma Agraria, mekanismenya dengan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria). Di dalam bab Reforma Agraria juga sudah ditetapkan beberapa kriteria siapa saja yang berhak untuk bisa mendapatkan TORA beserta sumber tanahnya, maka dari itu keberadaan Bank Tanah akan membantu dalam proses ini.
“Fungsi Bank Tanah salah satunya untuk land consolidation. Tiga prinsip Bank Tanah yang harus diketahui, yaitu harus akuntabel, transparan, dan non profit,” ujar Herman Khaeron.
Senada dengan itu, Plt. Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Andi Tenrisau mengatakan untuk mendukung Reforma Agraria maka dibentuk Bank Tanah, “Proyek-proyek strategis Pemerintah terkadang terhambat pada pengadaan tanahnya dalam mekanisme dan persoalan harga, selain itu harga tanah yang semakin lama makin naik akan menimbulkan persoalan karena tanah menyangkut kepentingan banyak orang. Maka dari itu Bank Tanah menjadi keniscahyaan yang harus diatur dan dibentuk,” ujarnya.
Tujuan pembentukan Bank Tanah ini untuk menjamin tersedianya tanah bagi kepentingan umum, kepentingan pembangunan, dan pemerataan ekonomi sebagai instrumen pengendali harga tanah, menjaga keseimbangan penguasaan tanah, serta mengelola dan mendistribusikan tanah cadangan umum negara.
Menanggapi proses pembentukan Bank Tanah nantinya, Dewi Kartika selaku Sekretaris Jenderal KPA mengatakan menolak adanya Bank Tanah karena akan vis a vis dengan Reforma Agraria, ia juga khawatir mengenai sumber tanah dari Bank Tanah sama dengan Reforma Agraria. “Rencana pembentukan Bank Tanah ini memang sudah ada pembahasannya di Kementerian ATR/BPN karena pada awalnya dasar-dasar pemerintah membentuk Bank Tanah itu soal keluhan dan kesulitan pengadaan tanah untuk pembangunan infrasturktur,” ujarnya.