AGRARIA.TODAY – Penanganan sengketa dan konflik pertanahan terus dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Agar penyelesaian berjalan dengan lancar Kementerian ATR/BPN menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya koordinasi bersama dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Senin (17/01/2022) bertempat di gedung Kementerian ATR/BPN.
Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Dirjen PSKP), R.B. Agus Widjayanto, berkata bahwa dalam melakukan pemetaan permasalahan pertanahan, pihaknya membagi dalam 10 (sepuluh) tipologi sebagai sumber. Ia menjelaskan dari salah satu contoh tipologi yaitu tipologi penetapan hak dan pendaftaran tanah. “Apakah penetapannya keliru, bagaimana proses pendaftarannya. Semisal terjadi masalah di penetapan batasnya, apakah overlapping atau salah letaknya,” ujarnya.
Namun, beberapa kesalahan tersebut memang tak luput dari beberapa faktor. R.B. Agus Widjayanto menjelaskan bahwa faktor pertama bersumber pada perkembangan teknologi dalam aspek pertanahan. Dahulu pada kisaran 1960-1980, banyak sertipikat tanah yang ada buku tanahnya namun tidak ada surat ukurnya. Termasuk ketika telah ada gambaran situasinya namun tidak dipetakan sehingga seolah-olah di peta tanah terlihat bersih tanpa ada kepemilikan.
Faktor lainnya adalah faktor pemekaran wilayah. Dirjen PSKP menjelaskan bahwa menurut kejadian di lapangan, pemekaran wilayah terjadi namun protokol daerah pemekaran tidak dilimpahkan secara lengkap. “Melihat hal tersebut, sejak 1997 kami terus berkembang dan melakukan perbaikan-perbaikan. Kita terapkan koordinat nasional karena sebelumnya kan memakai koordinat lokal seperti pohon, sungai dan patok-patok yang dahulu ada namun sekarang tidak ada,” jelas R.B. Agus Widjayanto.
Anggota Komisi II DPR RI, Riyanta yang turut hadir secara langsung mengemukakan bahwa pihaknya juga turut berusaha bersama Kementerian ATR/BPN untuk meminimalisir sengketa dan konflik pertanahan, khususnya melalui pemberantasan mafia tanah. Ia berkata bahwa Komisi II DPR RI juga mempunyai Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah sebagai salah satu alat untuk penanganan. “Panja Anti-Mafia Tanah ini tentunya akan disesuaikan dengan produk dari Kementerian ATR/BPN,” tutur Riyanta.
Riyanta menyebut bahwa butuh kerja bersama antara Kementerian ATR/BPN beserta Komisi II DPR RI untuk menyelesaikan kasus. Ia juga mengimbau kepada Kementerian ATR/BPN untuk terus meningkatkan integritas dalam menangani mafia tanah. “Panja Anti-Mafia Tanah ini sebenarnya sudah ada dari beberapa waktu lalu dan sudah ada beberapa permintaan advokasi. Butuh orang-orang yang bersih untuk bersama menangani masalah ini,” ungkapnya.
Staf Khusus Menteri ATR/KBPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto, mengaku optimis dengan sinergi banyak pihak, dalam hal ini Komisi II DPR RI untuk bersama berantas mafia tanah. “Satgas Anti-Mafia Tanah dibentuk pada tahun 2018 dengan target penyelesaian kasus sebanyak 61 kasus setiap tahunnya. Pak Riyanta, saya optimis ke depan terkait pemberantasan mafia tanah, mari kita bersihkan, semangat untuk menyelesaikan,” ujar Hary Sudwijanto. (AR/JR)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia