AGRARIA.TODAY – Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memiliki makna filosofis yang bagus dan sangat masterpiece di zamannya. Adanya UUPA kala itu didorong dengan latar belakang mayoritas mata pencaharian masyarakat yaitu dalam bidang agraris. Demikian dikatakan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil pada Kuliah Umum yang bertajuk Reforma Agraria Tahun 2022 untuk Wujudkan Kepastian Hukum Pertanahan dan Kemakmuran Rakyat, diadakan oleh Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada Kamis (20/01/2022).

“Reforma Agraria saat ini memang sangat berbeda dengan Reforma Agraria pada tahun 1960-an. Saat itu masih dalam masa transisi pemilikan hak-hak barat, Eigendom (produk hukum kepemilikan tanah era Hindia Belanda-red) masih mendominasi. Namun saat itu banyak tuan-tuan tanah yang mendominasi namun di sisi lain banyak petani kita yang landless atau tak memiki tanah,” terang Sofyan A. Djalil.

Sofyan A. Djalil berkata bahwa saat ini, pihaknya terus berupaya menciptakan ekonomi yang berkeadilan dalam bidang pertanahan melalui Reforma Agraria. Ia menyebut bahwa ketimpangan penguasaan tanah memang ada. Oleh karena itu, berdasarkan arahan Presiden RI, Joko Widodo, Kementerian ATR/BPN terus mempercepat jalannya Reforma Agraria dalam hal legalisasi aset dan redistribusi tanah.

Dalam hal legalisasi aset, Kementerian ATR/BPN memiliki program pendaftaran tanah yang bernama Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau yang lebih dikenal dengan sebutan PTSL. Sofyan A. Djalil berkata bahwa seluruh tanah di Indonesia, di luar kawasan hutan akan didaftarkan dan disertipikatkan. Program pendaftaran tanah ini mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi memberikan kepastian hukum dan fungsi memberikan akses masyarakat kepada lembaga keuangan formal atau inklusi keuangan.

Bicara soal konflik pertanahan yang marak diperbincangkan, Sofyan A. Djalil menjelaskan bahwa memang dahulu, banyak sekali tanah yang tidak terdaftar dan tidak tersertipikatkan dengan baik. “Dahulu banyak tanah yang belum tersertipikasi. Ketika pemilik sudah meninggal, sedangkan anaknya tidak mengurus aset tanahnya. Jika ada pihak lain melakukan klaim, tentunya ini menimbulkan konflik. Kita harapkan dengan adanya PTSL dapat mengurangi terjadinya konflik pertanahan,” terang Menteri ATR/Kepala BPN.

Baca juga  Wamen ATR/Waka BPN: Kementerian ATR/BPN sebagai Jangkar Perencanaan Pembangunan Melalui Peran Lintas Sektor

Dalam kuliah umum ini, Sofyan A. Djalil sempat membahas seputar perkembangan teknologi yang amat pesat serta bagaimana tantangan dan ketidakpastian yang akan dirasakan oleh semua lini khususnya dalam bidang pertanahan ke depannya. “Bagaimana kita mendidik para calon sarjana hukum untuk tidak berpikir di masa lalu. Kita sudah mengenalkan digitalisasi pertanahan. Kalau sudah masuk era blockchain di mana semua tanah sudah minim manipulatif, lalu bagaimana peran PPAT ke depannya? Belum lagi impact-impact lainnya,” terang Menteri ATR/Kepala BPN.

Sofyan A. Djalil berkata sekaligus mengajak berefleksi bersama tentang sikap dan karakter penting yang perlu ada di setiap individu agar tetap bisa survive atau bertahan di tengah tantangan masa depan. Ia menjelaskan bahwa karakter pertama yang penting diterapkan adalah sikap open-minded atau berpikir terbuka. Selain itu, penting pula menjadi individu yang fleksibel dan senantiasa menjadi pembelajar sejati dan kreatif di manapun dan kapan pun. “Ini karakter yang dibutuhkan di masa mendatang. Karena kreativitas tidak bisa digantikan oleh digital. Apapun yang terjadi di luar, kita akan bisa survive,” tutup Menteri ATR/Kepala BPN. (AR/RZ)

Baca juga  Dorong Reformasi Birokrasi serta Digitalisasi Layanan Pertanahan, Upaya Kementerian ATR/BPN Wujudkan Pelayanan Prima

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia