AGRARIA.TODAY – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata pada seluruh wilayah Indonesia. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendorong pemerintah daerah untuk memanfaatkan peluang yang muncul dari pembangunan IKN bagi pengembangan daerah masing-masing. Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi yang dapat menjadi wilayah penyangga IKN pun mulai merasakan kebutuhan yang semakin tinggi terhadap pembangunan.

“Sulawesi Selatan ini secara provinsi akan menjadi pusat pertumbuhan baru, barangkali kebutuhan dan peluangnya akan sejajar dengan DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur,” ujar Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra pada Rapat Koordinasi (Rakor) Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Sulawesi Selatan yang diselenggarakan di Hotel Claro Makassar, Selasa (15/03/2022).

Surya Tjandra mengungkapkan, berdasarkan tabel Inter Regional Input Output (IRIO) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Sulawesi Selatan merupakan mitra dagang Kalimantan Timur dengan nilai mencapai 2,4 triliun rupiah untuk mengisi berbagai kebutuhan di Kalimantan Timur. Hal ini menunjukan bahwa Sulawesi Selatan menjadi daerah penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, baik sebelum maupun setelah pembangunan IKN. “Kalau nanti IKN jadi, saya cuma bisa bayangkan memang Sulawesi Selatan ini harus menjadi kawasan penyangga terpenting IKN, sekaligus juga menjadi pintu gerbang pembangunan Indonesia tengah hingga timur,” tuturnya.

Sementara terdapat peluang pembangunan karena adanya IKN, pada saat yang bersamaan Sulawesi Selatan menghadapi beberapa permasalahan di antaranya tanah-tanah transmigrasi dan permasalahan tanah masyarakat yang masuk ke dalam kawasan hutan. Di sisi lain, berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengenai ketidaksesuaian rancangan Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik (IGT) di beberapa provinsi di Indonesia Timur, menunjukkan adanya ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat provinsi dan kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai sekitar 1,316 juta hektare atau mencapai 1/4 wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. “Saya berharap ada penyelesaian beberapa permasalahan ini, karena kalau tidak diselesaikan, ruang gerak pembangunan akan terbatas. Akan sangat disayangkan karena potensi begitu besar, masalahnya sudah diketahui dan rasanya sudah mulai bisa membenahi dari situ,” ucap Surya Tjandra.

Terkait penyelesaian permasalahan tata batas kawasan hutan dan non hutan, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN mengatakan, akan memanfaatkan momentum kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki pilot project penataan batas kawasan hutan. “Menurut Deputi Pencegahan KPK terdapat dua syarat dalam penetapan kawasan hutan, yaitu pertama tidak ada hak di dalamnya, kedua disepakati oleh masyarakat. Di sini negosiasi harus dilakukan, tidak bisa pakai pendekatan normatif,” jelas Surya Tjandra.

Baca juga  Buka Rakerda Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta, Sekjen: DKI Jakarta Barometer EoDB di Indonesia

Lebih lanjut, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN berharap agar ke depannya tolak ukur keberhasilan suatu program tidak hanya dilihat pada keluarannya saja, tetapi lebih berorientasi kepada dampak dari program tersebut yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Saya berharap Pak Kanwil bisa lebih tegas mengaitkan antara kerja Kementerian ATR/BPN dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Jadi orientasi pada dampak, tidak hanya keluaran berapa sertipikat. Tapi orang yang dapat sertipikat berapa yang kesejahteraannya meningkat,” lanjut Surya Tjandra.

Pada kesempatan yang sama, Gabriel Triwibawa selaku Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah mengusulkan untuk mempercepat penyelesaian permasalahan di Sulawesi Selatan, perlu adanya penyatuan data antar kementerian/lembaga terkait. “Barangkali perlu kita menyatukan data sesungguhnya berapa capaian di Sulawesi Selatan ini, sehingga hemat saya kiranya untuk menyatukan data transmigrasi, pelepasan kawasan hutan untuk betul-betul kita punya platform yang sama, kemudian susun rencana aksi sehingga dengan demikian akan terukur cara kerja kita dalam menyelesaikan permasalahan,” imbuh Gabriel Triwibawa secara daring.

Baca juga  Kementerian ATR/BPN Laksanakan Penertiban Pemanfaatan Ruang demi Capai Tata Ruang Berkelanjutan

Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan, Bambang Priono dalam laporannya mengatakan bahwa Rapat Koordinasi GTRA ini merupakan salah satu tahapan awal dalam pelaksanaan Reforma Agraria. Hasil yang diharapkan dalam rapat koordinasi ini, yaitu kesepahaman dan kesepakatan bersama mengenai arah kebijakan dan juga penanganan Reforma Agraria serta penguatan kapasitas pelaksanaan Reforma Agraria di tingkat provinsi. Ia juga melaporkan, pada tahun anggaran 2022 kegiatan GTRA dilakukan pada tingkat provinsi dan 5 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Toraja Utara, Pinrang, Soppeng, Wajo, dan Luwu Timur.

Rakor GTRA Provinsi Sulawesi Selatan dibuka langsung oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mewakili Gubernur Sulawesi Selatan. Hadir sebagai narasumber, Direktur Landreform pada Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN yang hadir secara daring, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar, serta Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan. (LS/JR).

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia