“Kami sangat kagum sekali dengan pemikirannya. Suatu ide luar biasa di mana penyakit diabetes melitus atau kencing manis ini sudah merupakan masalah global, bukan hanya di Indonesia,” kata Nila saat menerima kunjungan Celestine di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin.
Celestine yang merupakan siswa kelas dua SMA di British School Jakarta menciptakan alat pengukur gula darah tanpa mengambil sampel darah pasien, melainkan hanya memanfaatkan suhu tubuh dan cahaya melalui alat yang dibuatnya.
Penelitian Celestine memenangkan salah satu penghargaan dari Google Science Fair, yaitu ajang kompetisi remaja untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika. Celestine menjadi salah satu pemenang dari 20 kategori dalam Google Science Fair yang diikuti oleh ribuan remaja seluruh dunia.
Cara kerja alat pengukur gula darah ciptaan Celestine hanya dengan memasukan salah satu jari pasien ke dalamnya, beberapa saat kemudian hasil kadar gula darah akan diketahui.
Berdasarkan keterangan di laman resmi Google, Celestine mendapatkan penghargaan Google Science Fair karena alat ciptaannya menerapkan metode invasif tanpa perlu mengambil sampel darah dan alat yang dibuat dengan biaya dibawah 100 dolar AS.
“Sederhana pemikirannya. Mau nggak ditusuk sehari empat sampai lima kali, saya sendiri segen lah ditusuk melulu tangannya, adek ini memikirkan bagaimana caranya ternyata dia memperhatikan suhu tubuh,” kata Menkes Nila mengomentari metode pengukuran gula darah tanpa mengambil sampel darah.
Menkes Nila memberikan dukungan kepada Celestine agar terus mengembangkan penelitiannya hingga alat pengukur gula darah tersebut benar-benar bisa diproduksi dan bermanfaat bagi banyak orang.
“Tentu kami sangat mendukung. Pemerintah harus mendukung, ini anak-anak yang luar biasa. Saya kira mereka harus tetap melakukan sampai hilirisasi, sampai berhasil,” kata Nila.
Artikel ini dikutip dari Antaranews.com