Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo mengklaim, Program Padat Karya Tunai menurunkan tingkat kemiskinan di desa. Pembangunan infrastruktur desa juga mencatatkan rekor.
SALAH SATU program prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dalam pemanfaatan Dana Desa adalah Proyek Padat Karya. Pemerintah bahkan mewajibkan penggunaan sekitar 30% Dana Desa untuk proyek Padat Karya Tunai (Cash for Work).
Dalam percakapannya dengan Majalah Agraria dua pekan silam, Menteri Desa PDTT Eko Sandjoyo mengungkapkan, dana desa yang disalurkan dari tahun 2015 hingga 2018 relatif besar, yakni sekitar Rp 187 triliun. Namun, program ini berhasil menurunkan kemiskinan di desa sebesar 4,5%, lebih tinggi dibanding penurunan angka kemiskinan di kota.
Lalu, seperti apa model program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo menjelaskan, program ini ditujukan bagi masyarakat yang kurang mampu dengan menciptakan kegiatan yang berefek pada peningkatan pendapatan (income generating activities), tanpa sepenuhnya menggantikan pekerjaan yang lama. “Kemudian, pemerintah juga menyediakan lapangan kerja sementara. Yang tak dilupakan pula, mekanisme dalam penentuan upah dan pembagian upah dibangun secara partisipatif dalam musyawarah desa. Tentu saja sesuai dengan rencana kerja yang disusun sendiri oleh desa, sesuai dengan kebutuhan lokal,” kata Eko.
Selanjutnya, ungkap Eko, program ini difokuskan pada pembangunan prasarana dan sarana pedesaan atau pendayagunaan sumber daya alam secara lestari berbasis pemberdayaan masyarakat. Menurut dia, ini bahkan sudah terbukti dengan tercapainya rekor pembangunan infrastruktur desa oleh Kementerian Desa PDTT dalam rentang waktu tiga tahun terakhir.
Pembangunan infrastruktur yang tersebar di seluruh desa di Indonesia itu mencakup jalan desa sepanjang 123.145 meter; jembatan sepanjang 791.258 meter; 38.217.065 meter drainase; 6.223 unit pasar desa; 65.918 unit penahan tanah; 2.882 unit tambatan perahu; 37.496 unit prasarana air bersih; 108.486 unit prasarana mandi-cuci-kakus (MCK); 30.212 unit sumur; 1.927 embung; 28.091 irigasi desa; 18.072 unit PAUD; 5.314 unit Polindes; 11.414 unit Posyandu, dan; 3.004 unit sarana olahraga desa.
“Diharapkan, dengan model ini, kita bisa memberikan lapangan pekerjaan di desa, bisa mengurangi kemiskinan lebih cepat lagi. Yang paling penting, bisa menarik kembali orang-orang miskin yang ada di kota untuk kembali ke desanya masing-masing,” ujar Eko
Proyek pembangunan lewat Program Padat Karya Tunai (PKT) tersebut sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo. “PKT ini bagian dari penyelenggaraan kegiatan yang ada di desa yang bersumber dari Dana Desa. PKT di desa ini salah satunya merupakan arahan dan perintah Presiden Jokowi kepada seluruh desa supaya menggunakan 30 persen dari total Dana Desa itu untuk membayar upah pekerja, yang dibayar secara harian atau paling lama mingguan,” tutur Eko lagi.
Program PKT dapat menggerakkan roda ekonomi yang ada di masyarakat, karena PKT memanfaatkan tenaga kerja asli di desa yang bersangkutan. “Selain itu, material yang digunakan dalam PKT juga harus dari desa itu. Dengan begitu, anggaran pemerintah ini bisa berputar di desa,” ujarnya.
Mengingat pentingnya proyek ini dalam mengangkat perekonomian desa, Presiden Jokowi mewanti-wanti agar pelaksanaan PKT terus dipantau, diawasi, dan dievaluasi dengan baik. “Presiden menegaskan ini agar program padat karya tunai di desa bisa berjalan sesuai dengan harapan kita bersama, untuk mendorong roda ekonomi di desa,” kata Eko.
Bukan hanya itu. Presiden Jokowi juga meminta kualitas hasil pembangunan dari hasil program PKT ini tidak kalah dengan kualitas proyek yang dikerjakan perusahaan swasta. Untuk memastikan hal itu, pemerintah telah menerjunkan pendamping teknik infrastruktur yang dibantu secara teknis oleh SKPD teknis dari Dinas Pekerjaan Umum.
“Jadi, ada spesifikasi yang harus dijaga tentunya. Untuk memastikan itu, ada yang namanya tim pengolah kegiatan di desa, terdiri dari aparat desa, tokoh masyarakat, dan dibantu oleh instansi teknis, di samping pendamping teknis infrastruktur untuk menjaga kualitas pekerjaan,” ungkap Eko.
Menyerap 5 Juta Tenaga Kerja Penggunaan Dana Desa 2018 wajib dilaksanakan dengan Program Padat Karya Tunai dan 30% dari nilai proyek digunakan sebagai upah kepada pekerja yang berasal dari masyarakat desa. Caranya: swakelola.
Diperkirakan oleh Menteri Eko, penggunaan dana desa secara Padat Karya Tunai akan menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 5 juta orang. “Saat ini, semua dana desa yang dana desanya sudah cair sudah melaksanakan program Padat Karya Tunai. Karena itu wajib, tidak boleh dilakukan dengan menggunakan kontraktor. Jadi, harus dilakukan secara swakelola dan 30 persen nilai proyek yang berasal dari Dana Desa dipakai untuk membayar upah. Diperkirakan bisa menyerap lima juta tenaga kerja,” tuturnya.
Penyerapan tenaga kerja, menurut Eko, tidak hanya dengan Program Padat Karya Tunai, yang berasal dari dana desa. Tapi juga dengan Program Pengembangan Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), yang digagas oleh Kemendes PDTT dengan membuat kluster ekonomi di desa, seperti mengembangkan komoditas jagung, gula, garam, serta komoditas lain.
“Kami sudah membuat MOU [nota kesepahaman] antara kabupaten dan dunia usaha untuk Program Prukades. Dengan MOU ini diperkirakan akan ada tambahan tenaga kerja lagi sebanyak 10 juta tenaga kerja,” tutur Eko Selama ini, tambahnya, desa-desa itu miskin karena tidak fokus. Mereka tidak punya skala ekonomi yang cukup dan memungkinkan membangun sistem pasca-panen yang baik.
Dengan modal ini ada 102 bupati yang menandatangani MOU untuk membangun model Prukades. Masing-masing daerah harus fokus, yaitu mengandalkan produk unggulan yang ada di sana. ”Dari situ, kami link-kan dengan beberapa kementerian terkait, dunia usaha, dan perbankan. Dengan begitu ada skala ekonomi yang terbangun. Pemerintah cukup kasih insentif saja,” kata Eko.
Menurut dia, sangat tidak pantas di negara Indonesia yang kaya masih ada orang miskin. Dengan adanya beberapa program, termasuk program Padat Karya, diharapkan desa di Indonesia pada tahun 2030 sudah bisa memberikan pemasukan ke kas negara sebesar Rp 1 triliun. “Kalau kita tidak berhasil mengatasi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi kita pasti terhambat,” ujarnya.
Berkaitan dengan program yang dia terapkan di desa, tidak boleh ada perusahaan di desa yang menguasai tanah. “Para pengusaha dengan perusahaannya itu hanya boleh masuk ke pasca-panen. Semua tanah 100 persen punya masyarakat. Dulu kan 80 persen untuk perusahaan, 20 persen untuk mayarakat,” tutur Eko.
Seandainya perusahaan lokal masih ngotot ingin menguasai tanah dalam berinvetasi di desa, lanjutnya, dirinya akan menggandeng perusahaan asing. “Masih banyak yang mau. Ini saya lakukan agar masyarakat desa tetap punya harta berupa tanah dan mereka bisa mengatasi pengangguran,” ungkap Eko lagi.
Agar program berjalan sesuai dengan yang direcanakan, Kemendes PDTT menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, organisasi non-pemerintah, dan wartawan untuk ikut mengawasi proses berjalannya program itu.”Kalau aparat kementerian saya ada yang macam-masam, akan saya ganti. Di level apa pun.’Tiada maaf bagimu’,” ujar Eko, yang mengaku sudah banyak memenangkan perkara di pengadilan tata usaha negara.
Sungguhpun begitu, Menteri Eko menyadari, dalam hidup selalu ada persoalan dan permasalahan.”Tuhan memberi masalah agar kita men-create hidup kita. Kita berusaha. Seperti juga adanya penyakit agar manusia punya gawean. Kalau enggak, ya, dokter menganggur, pabrik farmasi tutup semua,” katanya.[Didang Pradjasasmita]