Ketersediaan lahan strategis masih menjadi kendala utama bagi para pengembang untuk memenuhi kebutuhan perumahan di Indonesia. Selain soal lokasi yang strategis, ketersediaan lahan itu juga penting untuk memenuhi kebutuha perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI), Soelaeman Soemawinata mengakui kendala utama tersebut di samping sejumlah kendala lainnya yang perlu dievaluasi secara bersama. Terutama untuk mewujudkan program sejuta rumah yang sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat. Diungkapkan Eman – sapaan akrab Soelaeman – meski masih menghadapi berbagai kendala itu, unit yang dibangun swasta bersama pemerintah terus meningkat saban tahun.

Konsep sejuta rumah, menurut Eman, awalnya ibarat cek kosong. Pengembang dari sisi pasokan lahan diminta mencari sendiri untuk membangunkan rumah bersubsidi. Karena itu, lahan dibeli secara acak sehingga lahan rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) seringkali jauh dari pusat kota atau jauh dari apa yang diharapkan masyarakat. Di Semarang, misalnya, karena harga lahan di pusat kota terus melonjak, maka para pengembang membeli lahan di pinggir-pinggir kota.

Akibatnya, kata Eman, antara pasokan dan permintaan tidak sesuai. Hal yang sama juga terjadi di Serang, Banten. Lokasi perumahan subsidi yang dibangun jauh dari pabrik-pabrik tempat masyarakat bekerja. Karena itu, sebagian masyarakat pada akhirnya tidak menempati rumah tersebut. Kendala seperti ini disebut karena ketiadaan sinergitas antara pemerintah, pengembang dan pengusaha pemilik pabrik.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Provinsi Banten, Yanuar mengakui apa yang disampaikan Eman itu. Bahkan sebagian masyarakat yang telanjur beli rumah bersubsidi tidak menempati rumah tersebut karena jaraknya yang cukup jauh dari lokasi pabrik, tempat mereka bekerja. Itu sebabnya, Dinas Perkim Banten akan menyusun sebuah konsep bersama dengan pengembang, pengusaha pabrik dalam membangun rumah subsidi.

Baca juga  Status Tangkuban Parahu tidak akan diturunkan dalam waktu dekat

“Banten kan daerah percontohan pembangunan industri. Lalu ada peraturan daerah yang disusun untuk memudahkan pengembangan perumahan. Khusus untuk rumah MBR, kami dalam proses membebaskan lahan empat sampai lima hektar yang tak jauh dari lokasi pabrik. Agar pekerja menjadi efisien,” tutur Yanuar ketika ditemui did kantornya pada akhir April lalu.

Yanuar mengatakan, masalah ketersediaan lahan bisa dipecahkan apabila ada sinergitas antara pemerintah, pengembang dan pihak pengusaha pabrik. Selama ini, kata dia, tidak konsep dalam membangun perumahan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah selamai ini hanya memfasilitasi, tanpa pernah sekalipun ikut memberi peran membantu ketersediaan lahan.

Mengenai kendala ketersediaan lahan tersebut, Menteri Pekerjaam Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pihaknya akan mendorong pembangunan rumah susun di perkotaan dan sekitarnya. Ia menilai itu bisa menjadi solusi atas tantangan yang dihadapi pengembang dalam membantu pemerintah dalam mewujudkan program sejuta rumah.

Karena kekurangan lahan itu, pengembangan pembangunan rumah untuk MBR mengambil lokasi yang jaraknya jauh dari pusat kota. Akses transportasinya pun terbatas. Meski begitu, berdasarkan data Kementerian PUPR yang dirilis laman resminya pada Februari 2018, pembangunan sektor perumahan dalam tiga tahun terakhir (2015 hingga 2017) sudah mencapai 2,4 juta unit. Dari jumlah itu 15 persen mendapat stimulan pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Baca juga  BTN tetapkan Oni Febriarto jalankan tugas Dirut baru

Lewat capaian itu, Basuki berharap realisasi program sejuta rumah bisa berjalan lancar. Pencapaian pembangunan rumah dalam tiga tahun terakhir itu, kata Basuki, umumnya untuk MBR. Jumlahnya mencapai 75 persen atau sekitar 680 ribu unit. Sementara untuk non-MBR mencapai sekitar 225 ribu unit.

Menurut Eman, pihaknya mengapresiasi semua keputusan pemerintah dalam rangka mendukung pengembang membangun rumah untuk MBR. Tidak hanya stimulan dari APBN itu, juga berkaitan dengan sejumlah aturan yang memudahkan pengembang membangun perumahan. Ia akan tetapi tetap mengingatkan agar pemerintah segera mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pengembang itu. “Selain ketersediaan lahan, juga harga rumah yang naik lima persen setiap tahun. Itu juga menjadi masalah tersendiri,” katanya. [Kristian Ginting]