Kongres II Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) yang dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018, mengusung tema “Pembangunan Inklusif dan Islam Nusantara Menyongsong se-Abad Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan Pancasila” ini mewadahi para sarjana, ilmuwan, intelektual, dan sejumlah profesional NU dari berbagai disiplin ilmu.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden menegaskan mengenai kebijakan utama yang ditempuh pemerintah selama beberapa tahun belakangan. Pembangunan infrastruktur yang digalakkan oleh Kepala Negara memang dimaksudkan sebagai fondasi awal bagi pembangunan Indonesia di masa mendatang.
“Perlu saya sampaikan bahwa dalam 4 tahun ini kita memang masih fokus pada pembangunan infrastruktur karena ini merupakan fundamental yang tidak bisa kita tinggal,” kata Presiden.
Ketiadaan infrastruktur yang representatif menjadikan biaya logistik di Indonesia berkali lipat lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga. Hal ini dalam praktiknya dapat menghambat lompatan perekonomian negara.
“Apakah kita bisa bersaing dengan negara-negara maju kalau kondisi jalan yang ada seperti ini di Papua? Ini jalan utama, bukan jalan kampung. Bisa ditempuh selama dua atau tiga hari,” ujarnya sambil memperlihatkan kondisi sebuah jalan utama di Papua dalam layar lebar.
Kepala Negara mengungkap, negara-negara maju juga harus menempuh tahapan pembangunan infrastruktur yang sama sebelum berkembang menjadi sebuah negara dengan kekuatan ekonomi yang besar. Inilah tahapan yang saat ini sedang ditempuh oleh Indonesia untuk bersiap menuju tahapan selanjutnya.
“Tahapan besar kedua adalah membangun sumber daya manusia. Kita merencanakan tahun depan akan kita bangun 1.000 balai latihan di pesantren-pesantren. Karena memang dengan proses-proses inilah kita akan bisa bersaing dengan negara lain,” tutur Kepala Negara. [majalahagraria.today]