Jakarta – Reforma Agraria di Indonesia selalu menjadi topik pembicaraan yang menarik perhatian banyak pihak. TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam menjadi tonggak baru pelaksanaan Reforma Agraria pasca reformasi 1998. Kini setelah 20 tahun reformasi kemanakah arah Reforma Agraria di Republik Indonesia.
Melalui agenda tahunan Forum Ilmiah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengadakan Seminar Nasional yang bertajuk Reforma Agraria Sebagai Perwujudan Kesejahteraan dan Keadilan Rakyat yang diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Rabu (26/9).
Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto yang hadir membuka acara tersebut mengatakan bahwa pada hakikatnya tujuan dilaksanakannya Reforma Agraria adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat.
Reforma Agraria tidak hanya dipahami sebagai kebijakan untuk meredistribusi tanah, tetapi juga sebagai proses yang lebih luas dari itu, meliputi akses terhadap sumber daya alam, modal, teknologi, pasar, barang dan tenaga kerja.
“Pengurangan ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah sebagai hasil dari Reforma Agraria akan linier dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang umumnya petani gurem atau buruh tani,” ujar Himawan Arief Sugoto.
Lebih lanjut Himawan Arief Sugoto memgatakan bahwa Reforma Agraria akan berjalan apabila seluruh infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung terwujudnya keadilan bagi rakyat sudah tersedia dan bekerja dengan baik dan benar.
“Untuk itu, penyelenggaraan Reforma Agraria merupakan program bersama, kerja bersama. Reforma Agraria bukan kerja Kementerian ATR/BPN semata,” jelas Himawan Arief Sugoto.
Himawan Arief Sugoto mengatakan memang pelaksana teknis Reforma Agraria dilaksanakan oleh Kementerian ATR/BPN, namun juga melibatkan berbagai Kementerian/Lembaga terkait pada level pusat, satuan kerja perangkat Provinsi dan Kabupaten/Kota pada level daerah.
“Untuk itu, diperlukan kelembagaan Reforma Agraria yang handal. Peranan kelembagaan Reforma Agraria menjadi sangat urgent dalam rangka koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan Reforma Agraria baik pada level nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, baik yang sifatnya hubungan secara vertikal maupun horizontal, yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Reforma Agraria tersebut,” ungkapnya.
Sementara itu pada kesempatan yang sama dalam paparanya Direktur Jenderal Penataan Agraria M. Ikhsan mengatakan bahwa Reforma Agraria merujuk pada RPJM Kementerian ATR/BPN 2014-2019 yang terdiri dari 2 bagian yaitu: Pendaftaran tanah dan Redistribusi Tanah.
Pendaftaran tanah secara masif di seluruh Indonesia telah dimulai pada tahun 2017 dengan 5 juta bidang terdaftar. Tahun 2018, ditargetkan 7 juta tanah terdaftar. Sedangkan untuk Redistribusi Tanah, dilakukan melalui dua arah yaitu Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang dilaksanakan oleh Kementerian ATR/BPN dan Perhutanan Sosial oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Khusus untuk TORA, lanjut M. Ikhsan, Kementerian ATR/BPN telah mendistribusikan tanah seluas 188.295 ha yang berasal dari HGU habis, Tanah Terlantar dan Tanah Negara lainnya dari tahun 2015-2017. “Tahun 2018 ini ditargetkan 350.000 bidang tanah akan dibagikan melalui skema redistribusi,” ungkap M. Ikhsan.