Program dan kegiatan Kementerian/Lembaga sektoral seringkali perencanaannya dilakukan tanpa mengacu pada Rencana Tata Ruang. Hal tersebut menyebabkan pembangunan di Indonesia tidak efisien, misalnya kasus pembangunan pelabuhan yang tidak didukung dengan pembangunan jalan penghubung.

“Apabila rencana pembangunan tidak disesuaikan dengan tata ruang maka akan mengalami kendala terhadap perizinannya. Saat ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menangani konflik tata ruang yang pelaksanaan pembangunannya tidak sesuai dengan tata ruang dan terkendala dengan perijinan pembangunan,” ujar Dwi Hariyawan Direktur Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN saat membuka FGD (Focus Group Discussion) Peran Penting Keterpaduan Program Rencana Tata Ruang dengan Rencana Pembangunan Dalam Mendorong Pengembangan Wilayah yang Berdaya Saing di Batam (11/10).

Dwi Hariyawan menambahkan bahwa dalam kurun awal bulan Januari-Oktober sebanyak 69 permintaan permohonan pemberian rekomendasi teknis pemanfaatan ruang masuk ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Tata Ruang, 51 telah selesai dan 18 masih dalam proses.

Sebagai upaya untuk mewujudkan keterpaduan program RTR dengan Rencana Pembangunan, Direktorat Pemanfaatan Ruang menginisiasi penyusunan Dokumen Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang Jangka Menengah (5 tahunan) dan Tahunan.

Dokumen Sinkronisasi ini diharapkan sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan yang terkait dalam pembangunan infrastruktur pada Kawasan Strategis Nasional (KSN) baik oleh K/L, Pemda maupun masyarakat dan menjadi masukan teknis dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional/Rapat Koordinasi Teknis (Musrenbangnas/Rakortek).

Baca juga  Menteri ATR/Kepala BPN: Penting UU Pertanahan Agar Bisa Diselesaikan

“Sejak tahun 2016, Direktorat Pemanfaatan Ruang ikut serta dalam Musrenbangnas untuk memberikan klarifikasi atas kesesuaian usulan program/kegiatan dengan RTR setelah Doktek (Dokumen Teknis) diintegrasikan ke dalam SIMLARAS (Sistem Informasi Manajemen Penyelarasan),” ujar Dwi Hariyawan.

Perwakilan Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Khairul Huda menjelaskan bahwa merujuk pada PP No. 17 Tahun 2017 saat ini kebijakan program pembangunan berbasis money follow program dengan pendekatan Tematik, Holistik, Inegratif dan Spasial (THIS). Dalam melaksanakan pembangunan nasional/daerah ada dua acuan yaitu Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah. Jika kedua rencana tersebut tidak sinergi akan menyebabkan RTR sulit/tidak dapat diacu dalam RKP/RKPD; pelaksanaan rencana pembangunan berpotensi dikenai sanksi (UU No. 26 Tahun 2007) karena tidak sesuai dengan RTR; dan pembangunan antar sektor tidak sinergi.

“Perlu integrasi antara rencana pembangunan dan RTR yang dapat menjadi acuan seluruh sektor dalam melaksanakan pembangunan,” ujar Khairul Huda.

Kasi Perkotaan Wilayah I Kementerian Dalam Negeri Ikha Purnamasari mengatakan, dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 263 dijelaskan bahwa RTRW harus dipedomani dalam penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Daerah. Klausul tersebut juga menjadi syarat utama yang harus dilaksanakan bagi daerah peserta Pilkada 2017 dan 2018 bahwa penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) agar memperhatikan ketersediaan ruang, pola dan struktur ruang dalam melaksanakan program/kegiatan (integrasi RTRW ke dalam dokumen rencana pembangunan daerah).

Baca juga  Mendagri Tugaskan Tim Khusus Temui Gubernur Papua

“Dengan adanya syarat tersebut, harapannya tata ruang menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan baik pusat maupun daerah,” tambah Ikha Purnamasari.