Jakarta – Sampai dengan bulan Oktober 2018 pemerintah telah melakukan pendaftaran bidang tanah sekitar 6,2 juta bidang tanah dari target tahun ini sebesar 7 juta bidang tanah. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A. Djalil, mengatakan bahwa salah satu komitmen pemerintah adalah menata persoalan agraria dan penataan agraria harus dimulai dengan pembuatan sertipikat tanah dalam Penyelenggaraan konferensi Pers Forum Merdeka Barat 9 (FMB9)
di Istana Kepresidenan (24/10).

Sofyan A. Djalil menyampaikan, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terus menyikapi persoalan pertanahan dan tata ruang secara serius dan masif karena masih harus tertangani dengan baik. Melalui Program Pendaftaran Sistematis Lengkap (PTSL), Pemerintah memberikan kepastian hukum dan mengurangi konflik agraria sekaligus memberikan manfaat bagi pembangunan infrastruktur dan pengadaan fasilitas publik.

Melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), Pemerintah memberikan kepastian hukum dan mengurangi konflik agraria sekaligus memberikan manfaat bagi pembangunan infrastruktur dan pengadaan fasilitas publik.

“Pola konsolidasi tanah dan sistem pendaftaran terpadu ( single registration ) menjadi kunci,” ungkap Sofyan A. Djalil.

Di hari sebelumnya Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan program Reforma Agraria.

“Reforma Agraria bukan hanya sertipikasi. Hal lain yang harus diperhatikan terkait Reforma Agraria adalah redistribusi tanah dan perhutanan sosial,” ujar Darmin Nasution.

Baca juga  Diterjang puting beliung, aula SMK Miri Sragen ambruk

Sasaran utama kebijakan ini mengacu pada proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan tanah, penguasaan/akses, serta penggunaan tanah yang diimplementasikan melalui jalur Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial.

Khusus untuk TORA, Kementerian ATR/BPN telah mendistribusikan tanah seluas 188.295 hektare yang berasal dari Hak Guna Usaha (HGU) habis, Tanah Terlantar, dan Tanah Negara lainnya dari tahun 2015-2017.

Tahun 2018 ini ditargetkan 350.000 bidang tanah akan dibagikan melalui skema redistribusi. Salah satu komitmen Pemerintah adalah menata persoalan agraria.

Pemerintah sudah membentuk tim Reforma Agraria Nasional yang terdiri atas beberapa Kementerian/Lembaga terkait. Tim ini akan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Adapun anggotanya terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

Tim ini didukung tiga kelompok kerja. Tiga pokja tersebut adalah: Pokja Pelepasan Kawasan Hutan dan Perhutanan Sosial, Pokja Legalisasi dan Redistribusi TORA dan Pokja Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat.

Adapun program refoma agraria adalah menertibkan tanah-tanah terlantar, baik yang bersertipikat Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, yang sudah habis masa berlakunya atau tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Selain itu juga, redistribusi tanah yang dimaksud adalah mengambil alih tanah yang dikuasai pengusaha besar lalu membagikannya ke masyarakat.

Baca juga  Krisis pengungsi dapat jadi "a new normal" geopolitik dunia

Untuk mempercapat, maka harus ada aturan baru untuk objek tanah reforma agraria. Payung hukum baru ini akan disusun lebih sederhana sehingga tidak berbelit-belit.

Turut hadir selain Menteri ATR/Kepala BPN dalam FMB 9 yang kali ini dipimpin oleh Johan Budi selaku moderator, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Kepala Badan Restorasi Gambut Nazie Foead.