JENEWA – Dalam forum Ministerial Roundtable: Entrepreneurship For Sustainable Development yang dilaksanakan sebagai bagian dari World Investment Forum 2018 di kantor pusat United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Jenewa, Swiss (25/10), Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan pentingnya peran usaha kecil dan menengah (UKM) dan wirausaha dalam mencapai aspek ekonomi Tujuan Pembangunan Berkelajutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), terutama terkait pemenuhan Tujuan 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi dan Tujuan 9: Infrastruktur, Industri dan Inovasi.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menghadiri forum Ministerial Roundtable: Entrepreneurship For Sustainable Development yang dilaksanakan di kantor pusat UNCTAD, Jenewa, Swiss (25/10)

“Pemerintah Indonesia menilai UKM dan kewirausahaan berkontribusi besar untuk penciptaan lapangan kerja dan pasar tenaga kerja di setiap lini ekonomi. UKM dan kewirausahaan juga tidak dibatasi oleh tantangan area geografis sehingga para pelaku usaha di seluruh pelosok Indonesia dapat menggeluti bidang tersebut. UKM dan kewirausahaan juga menjadi kunci inovasi bisnis, berbeda dari perusahaan besar yang pilihan produksi dan teknologinya sangat ketat,” ujar Menteri Bambang.

Di Indonesia, 97 persen lapangan kerja berasal dari UKM. Meski demikian, hanya sekitar 10 persen UKM yang sudah menggunakan teknologi informasi dalam proses bisnisnya. Total UKM yang mampu melakukan kegiatan ekspor pun masih sangat terbatas, hanya sekitar 4 persen di 2017, sementara 60 persen UKM e-Commerce masih menjual produk-produk impor.

Kemampuan ekspor secara tidak langsung mengindikasikan kemampuan UKM Indonesia dalam bersaing di pasar global. Dari sudut pandang wirausaha, data Global Entrepreneurship Monitor 2018 yang menempatkan ekonomi Indonesia dalam kategori efficiency-driven atau ekonomi negara didorong efisiensi dari penggunaan berbagai faktor produksi, menunjukkan bahwa kesempatan dan peluang untuk menjadi wirausahawan di Indonesia dinilai lebih tinggi dibanding di belahan dunia lainnya, mencapai 47,74 persen berbanding dengan rerata 43,43 persen.

Tercatat, 28,14 persen penduduk Indonesia menunjukkan minat untuk berwirausaha, dibandingkan dengan 21,66 persen rerata penduduk dunia.

Baca juga  Legislator tekankan kajian komprehensif pemindahan ibu kota

Namun, meski minat berwirausaha tergolong tinggi, total aktivitas kewirausahaan atau Total Entrepreneurial Activity, yaitu proporsi orang dewasa yang terlibat di start-up atau memiliki bisnis pribadi, berada di angka 7,5 persen atau lebih rendah dari rerata 8,4 persen sesuai standar Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah menetapkan lima kebijakan untuk mendorong penguatan pengelolaan UKM dan kewirausahaan.

Pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui promosi kewirausahaan, pelatihan vokasi, dan layanan pengembangan bisnis.

Kedua, meningkatkan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran melalui penggunaan teknologi, standar kualitas dan sertifikasi produk, serta perbaikan promosi, pemasaran, dan fasilitas kerja.

Ketiga, meningkatkan akses keuangan melalui provisi Kredit Usaha Rakyat (KUR), dana bergulir, juga institusi keuangan non bank dan layanan keuangan syariah.

Keempat, memperbaiki skala bisnis dengan promosi kerja sama dan pengembangan kluster bisnis. Kelima, memperbaiki iklim bisnis dengan penyederhanaan lisensi dan prosedur bisnis.

“Khusus untuk kewirausahaan, target kebijakan terbagi atas tiga kategori berdasarkan kapabilitas pelaku usaha. Pertama, untuk pelaku bisnis mikro, kebijakan difokuskan untuk perbaikan keterampilan dengan fasilitasi bisnis dan motivasi, termasuk pelatihan dan pendampingan. Kedua, untuk bisnis meso atau menengah, kebijakan ditujukan untuk mengeliminasi beban administratif dan menyediakan insentif. Ketiga, untuk bisnis makro, kebijakan dibidik untuk membangun etika, kultur, dan pola pikir kewirausahaan yang baik, mengembangkan infrastruktur kewirausahaan, dan memperbaiki pengetahuan lewat pendidikan, pelatihan, lokakarya, dan sebagainya,” tegas Menteri Bambang.

Baca juga  Komitmen Indonesia Perkuat Kerjasama Selatan-Selatan Triangular

Dalam mengimplementasikan kebijakan UKM dan kewirausahaan, Pemerintah Indonesia menetapkan delapan fokus utama, yaitu: 1) program pendanaan; 2) program inovasi; 3) program internalisasi; 4) program pelatihan tenaga kerja; 5) program manajemen pelatihan dan kewirausahaan; 6) pendidikan kewirausahaan; 7) program untuk kelompok target spesifik; serta 8) pengadaan barang dan jasa publik.

Berkat delapan program tersebut, Indonesia berhasil mengatasi tiga dari lima faktor penghambat wirausaha, yakni wirausaha di usia sekolah, dukungan dan relevansi kebijakan pemerintah, serta program pemerintah terkait kewirausahaan.

Sementara dua faktor penghambat lain yang masih menjadi tantangan Indonesia adalah kebijakan pemerintah terkait pajak dan regulasi, serta transfer penelitian dan pengembangan.

“Terkait pendanaan UKM dan kewirausahaan, Pemerintah Indonesia terus berupaya memperluas akses terhadap produk pinjaman perbankan sehingga pelaku usaha tidak perlu lagi meminjam kepada kerabat, keluarga, atau rentenir,” tutup Menteri Bambang. [Agraria Today]