Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Kapuspen Kemendagri Bahtiar menjelaskan duduk persoalan kasus jual beli Blanko KTP-el yang diduga hasil dari pencurian.
Diduga kuat dilakukan oleh seseorang berinisial “NI”. Hasil identifikasi awal yang bersangkutan masih kerabat mantan pejabat Dinas Dukcapil Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Dan saat ini kasus jual beli blangko KTP tersebut sudah ditangani oleh Polda Metro Jaya.
“Setelah dilakukan pelacakan dan investigasi ditemukan bahwa diduga seseorang berinisial “NI” yang mencuri Blanko KTP-el, sekitar bulan Maret 2018 karena pada tanggal 13 Maret 2018 blanko KTP-el diserahkan ke daerah dan blangko tsb dicoba dijual sekarang” bebernya.
Lebih lanjut disampaikan juga bahwa e-KTP tidak bisa dicetak sembarang tempat karena harus menggunakan mesin cetak yg sudah diprogram secara khusus, dan mesin tersebut produksi secara khusus dan terbatas.
Untuk mencetak e-KTP diperlukan input data tertentu hasil perekaman tentang data diri, sidik jari dan lain lain, hanya jajaran dukcapil yang punya akses database kependudukan untuk dapat mengisi data tersebut ke dalam chip blangko e-KTP.
Akses database kependudukan menggunakan network jaringan yang bersifat private terbatas bukan jaringan umum.
Masyarakat yang tertipu beli blangko agar laporkan kepada aparat penegak hukum terdekat atau pemda karena UU 24 th 2013 jelas mengatur bahwa pengurusan e-KTP tidak dipungut biaya.
Sistem e-KTP memiliki system security yang sangat kuat dan berlapis. Jadi ini jelas murni tindak pidana pencurian blangko e-KTP yang coba dijual.
Bahtiar juga menegaskan bahwa “Tidak benar ada pemberitaan yang mengatakan sistem pengamanan e-KTP jebol”, pada kamis (6/12/2018).
Ia juga menjelaskan bahwa “setiap blangko e-KTP memiliki User ID atau nomor identitas yang membedakan satu dengan yang lain. Nomor ini tercatat secara sistematis sehingga dapat diketahui dengan mudah keberadaan blangko e-KTP dan yang siapa yang mencetaknya.” jelasnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Ditjen Dukcapil Kemendagri melalui Sesditjen, I Gede Suratha melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dengan laporan jual beli dokumen kependudukan pada hari Selasa 4 Desember 2018 yang lalu.
Permasalahan ini disikapi secara serius kemendagri dan pelaku tengah diproses oleh pihak kepolisian. Kemendagri menghimbau agar tidak mempercayai informasi yang beredar di berbagai media sosial mengenai kasus jual beli dan penerbitan dokumen kependudukan illegal yang dapat berpotensi meresahkan masyarakat bahkan memunculkan persoalan lainnya.
Bahtiar juga menyampaikan, “Sudah sangat tepat jajaran Ditjen Dukcapil Kemendagri merespon dengan cepat melakukan investigasi dan mengambil langkah hukum kasus yang diduga kuat adanya pidana pencurian blangko e-KTP” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui berdasarkan ketentuan Pasal 96A UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sudah ditegaskan bahwa “setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan dan/atau mendistribusikan Dokumen Kependudukan dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah)”. [Agraria Today]