Hak kepemilikan atas tanah, sewaktu-waktu dapat terjadi peralihan hak dan yang umum terjadi peralihan tersebut terjadi karena adanya jual beli tanah antara pemilik tanah dengan pembeli. Kendati demikian tidak sedikit masyarakat yang tidak mengetahui apa saja yang perlu dilakukan dalam jual beli tanah, akibatnya banyak masyarakat yang merasa dirugikan akibat transaksi jual beli tanah.

“Ceritanya macam-macam mulai dari surat tanahnya palsu, ada sengketa di tanah yang dibeli, tanah yang dibeli luasnya tidak sesuai dengan luas yang tertera di surat tanah, dan lain sebagainya,” ujar Supardy Marbun Direktur Sengketa Konflik Wilayah 1, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) saat menjadi Pembicara pada acara HOTROOM Metro TV yang dibawakan oleh pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, Jakarta, Senin (29/4).

Supardy Marbun mengatakan setidaknya ada lima hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat jika ingin jual beli tanah, yang pertama adalah memastikan keaslian tanda bukti hak atas tanah di Kantor Pertanahan tempat lokasi tanah Anda berada.

Kedua, buatlah Akta Jual Beli (AJB) tanah yang dibuat di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bertugas di wilayah lokasi tanah, jangan menggunakan PPAT di luar wilayah kewenangan kerjanya.

Ketiga, jika penjual akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan dan akan dilunasi dalam jangka waktu tertentu maka diperlukan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PBJB) di hadapan Notaris, karena PBJB yang di hadapan notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sesuai dengan Pasal 1870 KUH Perdata.

Baca juga  Presiden dan Ibu Iriana Turut Serta Pecahkan Rekor Dunia Poco-Poco

Keempat, apabila penjual sudah menikah, maka tanah dan bangunan akan menjadi harta bersama, sehingga penjualan tanah tersebut harus atas dasar persetujuan suami/istri dengan penandatanganan surat persetujuan khusus, atau turut menandatangani AJB. Apabila suami atau istri sudah meninggal, dapat dilakukan dengan melampirkan surat keterangan kematian dari kantor kelurahan.

Kelima, penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh) dan pembeli harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sebagai berikut, Pajak Penjual (PPh) = Harga Jual x 2,5 %, Pajak Pembeli (BPHTB) = {Harga Jual – Nilai Tidak Kena Pajak} x 5%, Pembeli dan Penjual kemudian juga membayar pembuatan AJB di PPAT yang pada umumnya akan ditanggung bersama atau jika kedua belah pihak bersepakat ditanggung oleh salah satu pihak yang nilainya maksimal 1% dari harga transaksi tanah.

Lebih lanjut Supardy berharap kepada masyarakat yang sudah memiliki tanah agar menjaga tanahnya, menjaga tanah itu ada dua hal yaitu menjaga fisik tanahnya agar tidak dikuasai oleh orang lain yaitu dengan memberi patok atau batas tanah dan memanfaatkan tanahnya dengan baik, kemudian menjaga surat-suratnya agar tidak hilang atau dipegang oleh orang lain.

Baca juga  Percepat Implementasi, MENLHK Asistensi Gubernur

Sementara itu terkait maraknya mafia tanah Supardy Marbun mengatakan saat ini Kementerian ATR/BPN sudah melakukan kerja sama dalam MoU dengan Kepolisian RI tentang pemberantasan mafia tanah. Mulai tahun kemarin, Kementerian ATR/BPN sudah melakukan banyak hal untuk memberantas mafia tanah. “Maka jika ada masyarakat yang menjadi korban mafia tanah, dapat melaporkan kepada Kepolisian, jika ada perbuatan pidana dan hak-hak anda akan dilindungi,” pungkasnya. (RO/LS).