Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Bahtiar menegaskan, warga negara asing (WNA) memang diwajibkan memiliki KTP elektronik apabila mereka memiliki, izin tinggal tetap di Indonesia dan berumur lebih dari 17 tahun.

Ia menuturkan aturan jika tenaga kerja asing dengan kondisi tertentu wajib memiliki KTP-el sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan.

Pada ayat (1) Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013 dijelaskan bahwa Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el. Dan ayat (3) KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.

Kemudian ayat (4) Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013 juga menjelaskan bahwa “ Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir”.

Pada ayat (5) UU Nomor 24 Tahun 2013 Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian. Serta di ayat (6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.

Bahtiar juga menambahkan, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni WNI dan WNA. Sama seperti WNI, WNA juga diwajibkan memiliki KTP eletronik.

Baca juga  Awig-Awig, Kunci Desa Penglipuran Dinobatkan Terbersih se-Dunia

Ketentuan ini, terang Bahtiar, sudah berlaku sesuai UU, kemendagri hanya menjalankan UU dibentuk bersama DPR dan Pemerintah. Dan praktek dinegara lain juga demikian. “Jadi bukan baru sekarang-sekarang ini. Saya sih melihat ini menjadi gaduh karena sedang menghadapi Pileg dan Pilpres, itu saja,” katanya.

“Jadi, bukannya KTP-el itu tidak diperbolehkan untuk warga negara asing, justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun, memiliki KTP elektronik,” katanya.

Lebih lanjut ia menegaskan, meskipun WNA memiliki KTP elektronik namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu karena. Terkait syarat untuk bisa memilih sebagaimana diatur dalam Pasal 198 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

Ayat (1) dijelaskan bahwa yang memiliki hak memilih pada Pemilu adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih adalah warga negara Indonesia. Jadi seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih.

Ayat (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1(satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih.

Dan ayat (3) Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.

Baca juga  Tingkat Partisipasi Pemilu 2019 Capai 80%

Hal itu diutarakan Bahtiar terkait adanya informasi ditemukannya KTP el-milik WNA di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang menjadi isu KTP-el orang asing untuk kepentingan Pemilu.

“ Permasalahan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan atas nama berbeda seperti yang diketemukan di Kabupaten Cianjur, a.n Bahar dan masuk dalam DPT. Hal tersebut harus didalami lebih lanjut dan setuju diproses aparat setempat. Hasil penelusuran Ditjen Dukcapil Kemendagri bahwa telah dicek DP4 yang diserahkan Ditjen Dukcapil kepada KPU RI tahunn2017 yg lalu tidak ada NIK tersebut dalam DP4. Jadi Kemendagri tidak mengetahui karena yang berwenang menetapkan DPT adalah KPU. Tapi kami pastikan NIK tersebut tidak ada dalam DP4 yang diserahkan Kemendagri kepada KPU RI”, pungkas Bahtiar.