JAKARTA – Penghasilan pajak semakin dapat diandalkan untuk mendanai belanja pemerintah. Terbukti, defisit keseimbangan primer dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin kecil karena kontribusi pajak yang terus meningkat.
Keseimbangan primer merupakan penerimaan negara setelah dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang. Adapun, defisit APBN terjadi bila total belanja negara – termasuk pembayaran bunga utang – lebih besar daripada pendapatan negara. Besar kecil defisit menentukan berapa banyak utang baru yang mesti dicari oleh pemerintah.
Keseimbangan primer konsisten turun sejak 2015. Merujuk APBN 2019 yang baru saja disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), keseimbangan primer tahun depan ditargetkan hanya minus Rp 20,1 triliun. Alhasil, rasio keseimbangan primer terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 0,12%.
Sebagai pembanding, dari 2015 hingga 2017, defisit keseimbangan primer berturut-turut turun dari Rp 142,5 triliun, Rp 125,6 triliun, dan Rp 124,4 triliun. Pada 2018, diproyeksikan turun lagi menjadi Rp 64,8 triliun. Alhasil, rasio terhadap PDB terus mengecil, berturut 1,23%, 1,01%, 0,92%, dan tahun ini diharapkan menjadi 0,44%. Bahkan, bukan tidak mungkin, lebih kecil lagi. Sebab, hingga September 2018, defisitnya baru sebesar Rp 2,4 triliun.
“Berarti, APBN kita bergerak ke arah yang semakin sehat. Bahkan, keseimbangan primer menuju arah positif,” ujar Denni P. Purbasari, Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis, Kantor Staf Presiden, Kamis (1/11).