Meski sejumlah keberhasilan dari pemanfaatan dana desa telah terlihat, Presiden Joko Widodo tetap melakukan evaluasi terhadap pemanfaatan dan penggunaan dana desa. Dirinya meminta para kepala desa maupun pendamping dana desa untuk menggunakan dana desa sesuai dengan fokus dan kebutuhan desa.
Hal itu disampaikan Presiden saat memberikan arahan pada acara Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2018 yang diadakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu, 22 Desember 2018.
“Saya titip, hati-hati dalam penggunaan dana ini. Betul-betul fokus, tepat sasaran, dan sesuai dengan kebutuhan desa,” ucapnya.
Poin evaluasi pertama yang disinggung oleh Presiden ialah mengenai pembelian barang kebutuhan yang harus dilakukan di lingkup desa. Ini dimaksudkan agar dana desa tetap dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa.
“Uang ini beredar hanya di lingkup desa terus. Ini yang kita harapkan,” ujarnya.
“Banyak yang bertanya ke saya, ‘Pak, beli semen di desa lebih mahal Rp5.000.’ Enggak apa, kalau hanya terpaut Rp5.000 enggak apa. Karena uangnya nanti juga masuknya ke desa itu,” imbuh mantan Wali Kota Solo ini.
Selain itu, Kepala Negara mengingatkan agar proyek-proyek yang dibangun dengan menggunakan dana desa benar-benar merupakan kebutuhan bagi masyarakat suatu desa.
“Penggunaan dana desa ini dimusyawarahkan, harus betul-betul fokus dan ada manfaatnya untuk desa. Saya berikan contoh misalnya jalan desa. Kalau memang dibutuhkan, jalan desa yang sebelumnya becek dan tidak bisa dilewati kalau hujan, diperbaiki ya bisa,” tuturnya.
Adapun untuk tahun mendatang, Presiden mengatakan bahwa penggunaan dana desa diharapkan untuk dapat menyasar pada pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dan melahirkan inovasi-inovasi desa. Menurutnya, sudah saatnya bagi seluruh pihak untuk mulai memetik hasil dari investasi pembangunan yang didanai oleh dana desa sebelumnya.
“Saya berikan contoh misalnya ada desa yang memiliki mata air, bisa dijadikan desa wisata. Contoh sebuah desa di Jawa Tengah, namanya Desa Ponggok. Di situ ada umbul (mata air), dibuat tempat wisata. Setahun bisa dapat income berapa? Rp14 miliar,” tuturnya.
Dirinya pun mendorong desa-desa untuk mulai melirik pada potensi kebutuhan industri. Dalam hal ini desa dapat berperan sebagai penghasil bahan baku yang dibutuhkan oleh para industri di Tanah Air.
“Tadi Pak Gubernur menyampaikan, bukan hanya Sulawesi Selatan, di Indonesia sekarang ini kekurangan yang namanya cokelat. Pabriknya banyak, yang menanam cokelat tidak banyak sehingga cokelat kita impor dari luar. Kan enggak benar seperti ini. Kita bisa menanam cokelat kok harus impor, untuk apa?” ujarnya.
“Hal-hal seperti ini harus diisi oleh desa. Tahu apa permintaan pasar, tahu apa permintaan pabrik, tahu apa permintaan industri. Kita harus mengerti betul sehingga arah dana desa ini menjadi jelas, produktif, dan bisa mendatangkan hasil bagi masyarakat di desa,” ia menambahkan.