Oleh : Dr. Bedjo Santoso, MSi

ALUMNI LEMHANNAS PPSA XX tahun 2015

Pengantar

Istilah CEBONG-KAMPRET, KADRUN (Kadal Gurun) yang muncul di tahun 2019 yang lalu masih terngiang diingatan kita. Istilah CEBONG dialamatkan kepada kelompok pendukung Calon Presiden A, sedangkan istilah KAMPRET dialamatkan kepada kelompok pendukung Calon Presiden B.

Selanjutnya pada kedua kelompok tersebut muncul istilah lain yaitu KADRUN (Kadal Gurun) yang dialamatkan kepada Etnis tertentu yang sudah menyatu sebagai bangsa Indonesia. Ketiga istilah tersebut saling bersaut-sautan terutama di ruang media sosial, maupun diruang debat terbuka antar kelompok pendukung yang seolah-olah penggunaan istilah tersebut wajar.

Kenyataan di dunia pergaulan penggunaan istilah tersebut dapat dikatakan sudah tidak wajar, sebab penggunaan istilah CEBONG, KAMPRET, dan KADRUN dikonotasikan kepada hal-hal yang buruk. Bahkan penggunaan istilah tersebut diarahkan untuk saling menjelekkan, menjatuhkan, dan merendahkan lawan bicaranya. Sehingga penggunaan istilah tersebut di masyarakat berpotensi memecah belah warga negara Indonesia calon pemilih Presiden RI.

Apakah hal demikian akan kita biarkan berkembang pada Pemilihan Presiden Ri di tahun 2024 ? Pada kancah perpolitikan di Indonesia terutama dalam implementasi butir-butir Pancasila tidak terdapat istilah oposisi yang artinya setiap rezim kekuasaan Pemerintah dibawah kendali seorang Presiden tidak diperbolehkan ada kelompok tertentu yang tidak mendukung Presiden terpilih.

Setelah selesai pemilihan Presiden maka jika kita menginginkan pembangunan bangsa dan negara sesalu sesuai dengan jiwa Pancasila maka harus ada Persatuan Indonesia. Dengan demikian kunci pembangunan bangsa dan negara Indonesia agar tetap berjalan dengan baik adalah adanya perasatuan dan kesatuan dari seluruh elemen rakyat Indonesia.

Permasalahan yang muncul adalah pertanyaan apakah kondisi demikian sesuai dengan demokrasi yang sedang kita kembangkan ???Demokrasi yang dipraktekan di Indonesia setelah reformasi adalah demokrasi yang berbasis rakyat sebagai individu dengan mengabaikan kapasitas, kedudukan, kapabilitas, tetapi yang diimplentasikan “one man one vote” baik dalam pemilihan presiden, kepala daerah, dan DPR RI maupun DPRD.

Hal ini tentu membawa konsekuensi biaya mahal, waktunya lama, sehingga rawan penyimpangan dalam penetapan pemilih dan perhitungan suaranya. Ekses lain dari praktek demokrasi “one man one vote” adalah politik transaksional yang yang terpilih tidak menjamin “right man right place”.

Demokrasi berbais rakyat tersebut memerlukan effort yang besar dan kompetisi yang ketat, sehingga sering menimbulkan friksi diantara calon pemilih maupun antar tim pemenangan calon, sehingga potensi potensi terpecah belah di masayarakat juga sangat besar.

Oleh karena itu apakah demokrasi yang demikian yang kita butuhkan ??Berdasarkan pertanyaan pertanyaan seperti diakhir setiap alinea di atas, maka diperlukan pemikiran ulang untuk konsisten dalam mengimplementasikan Pancasila, dan jiwa bangsa Indonesia yaitu perasatuan dan kesatuan, gotong royong, dan musyawarah sebagai inti demokrasi dalam pemilihan umum utamanya Pemilihan Presiden RI.

Pemilihan Umum Presiden RI terakhir tahun 2019 sangat kental dengan intrik adanya dugaan kecurangan, polarisasi calon pemilih yang seolah-olah dua kubu pendukung yang saling berhadapan, antar pendukung saling melemparkan cacian hujatan dan lain-lain baik secara langsung maupun melalui media cetak, elektronik, dan media sosial. Sehingga terbentuk kebencian individual maupun massal antar kubu pendukung yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

Pemilu Presiden sudah berlalu lebih dari 4 tahun dan kita akan melaksanakan Pemilu Presiden berikutnya tahun 2024, tetapi ancaman rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa dan negara membayangi kita semua. Oleh karena itu dengan memanfaatkan kekayaan budaya kebersamaan/silaturahmi, gotong royong dan demokrasi pancasila kita ciptakan KEBERSAMAAN PADA PEMILU PRESIDEN RI 2024.

Seperti apa pemilunya, mari kita ikuti uraian berikut.

Persatuan dan Kesatuan Berkontestasi

Persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan mencapai masyarakat adil dan makmur secara materiil dan spiritual pada segala aspek kehidupan merupakan cita-cita Bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat sudah mulai digaungkan oleh masyarakat sejak berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Dengan cita-cita itulah lah yang menjadi pendorong para pemuda Indonesia untuk bersatu dengan melakukan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Penggalangan persatuan dan kesatuan untuk merebut kemerdekaan dan dengan jiwa yang tercermin pada semangat Sumpah Pemuda, rakyat Indonesia berjuang untuk kemerdekaaan negara dan bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan ini merupakan berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

Gerakan dari berbagai organisasi masyarakat secara nasional yang lahir dan mengakar di bumi nusantara merupakan bagian terpadu dari gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan organisasi masyarakat tersebut antara lain Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Perhimpunan Pemuda Jawa, Pemuda Sumatera, Pemuda Maluku, Perhimpunan Mahasiswa Indonesia dan lain-lain, telah membuahkan hasil perjuangannya berupa kemerdekaan Indinesia tahun 1945.

Kemerdekaan tersebut tidak mungkin tercapai tanpa persatuan dan kesatuan dari berbagai organisasi masyarakat bersama-sama seluruh komponen bangsa Indonesia.Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa heterogen, ditandai banyaknya etnis, suku, agama, budaya, kebiasaan, di dalamnya. Disamping itu masyarakat Indonesia terkondisikan sebagai masyarakat multikultural dimana secara individual anggotanya berlatar belakang budaya beraneka ragam. Heterogenitas dan multikulturalitas mengkonfirmasikan adanya perbedaan.

Oleh karena itu adanya perbedaan-perbedaan tersebut justru dapat dijadikan kekayaan dan sumber inspirasi yang tidak habis-habisnya untuk dieksploitasi dan dikembangkan. Heterogenitas dan multikuluralitas tersebut dikenal sebagai Bhinneka Tunggal Ika yang berarti pengakuan terhadap keaneka-ragaman yang ada dan sekaligus pengembangan masyarakat demi kejayaan bersama, sehingga persatuan bukan hanya persatuan yang kosong tetapi merupakan perpaduan yangkokoh dan padat dengan nilai- nilai yang beraneka-ragam dan sekaligus membentuk kesatuan yang indah, harmonis dan damai.

Baca juga  Kisah Pohon Melindungi Nabi, di Acara Istiqlal Disaster Management Center

Sejak awal terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pendiri negara menyadari bahwa keberadaban masyarakat yang majemuk merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati yang kemudian diwujudkan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Namun disadari bahwa ketidak mampuan untuk mengelola kemajemukan dan ketidaksiapan sebagai masyarakat untuk menerima kemajemukan tersebut serta pengaruh berkelanjutan politik kolonial dievide et imperate dan telah mengakibatkan terjadinya berbagai gejolak yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Oleh karena itu sejak awal berdirinya negara Republik Indonesia, dalam menjalankan pemerintahan tidak mengenal sistem oposisi dalam bernegara melainkan kebersamaan dengan pengembangan musyawarah dan permufakatan. Indonesia yang memiliki beragam kultur dan budaya, selayaknya seluruh warganya mempunyai jiwa persatuan dan kesatuan yang tinggi, akan tetapi rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia saat ini dirasa semakin berkurang, mengalami krisis persatuan dan kesatuan.

Banyak orang yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum, sehingga hilangnya persatuan dan kesatuan ini dapat menyebabkan timbulnya potensi disintegrasi bangsa. Hal ini kita rasakan bersama ketika melaksanakan agenda nasional Pemilihan Umum Presiden pada setiap 5 tahun pasca Reformasi. Oleh karena itu persatuan dan persatuan yang kita implementasikan dalam bentuk kebersamaan/silaturahmi, gotong royong dalam pelaksanaan Pemilu Presiden RI tahun 2024 menjadi keharusan bagi kita semua.

Pemilihan Umum dengan Bergotong Royong

Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, bahwa Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pelaksanaan kedaulatan rakyat tersebut pada dasarnya berkontestasi pada pemilihan pemimpin baik di tingkat daerah, Provinsi maupun Nasional.

Pemilihan Umum yang disingkat menjadi Pemilu juga merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan sekaligus implementasi dari demokrasi. Demokrasi yang kita laksanakan tentu tetap mengacu pada Pancasila sebagai sumber hukum dan sekaligus sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga dalam hal ini kita melaksanakan Demokrasi Pancasila.

Secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan tata negara yang demokratis. Sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik Indonesia. Sampai sekarang pemilu masih dianggap sebagai suatu peristiwa kenegaraan yang penting. Hal ini karena pemilu melibatkan seluruh rakyat secara langsung. Melalui pemilu, rakyat juga bisa menyampaikan keinginan dalam politik atau sistem kenegaraan.

Alasan dan fungsi pemilu Pemilu sebagai wujud demokrasi dan salah satu aspek yang penting untuk dilaksanakan secara demokratis. Semua demokrasi modern melaksanakan pemilihan. Namun tidak semua pemilihan adalah demokratis. Karena pemilihan secara demokratis bukan sekedar lambang, melainkan pemilihan yang harus kompetitif, berkala, inklusif (luas), dan definitif untuk menentukan pemerintah. Pemilihan Umum bertujuan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang berdasarkan pada kehendak rakyat, menjaga prinsip-prinsip demokrasi, mendorong partisipasi politik warga negara, dan memastikan bahwa pemimpin yang terpilih mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat secara luas.

Pemilu yang adil, bebas, dan transparan sangat penting dalam menjaga integritas demokrasi suatu negara. Adapun fungsi Pemilu antara lain

  1. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dengan memungkinkan warga negara secara langsung memilih wakil-wakil mereka di pemerintahan.
  2. Membentuk pemerintahan yang berlegitimasi karena memberikan legitimasi kepada pemerintahan yang terpilih secara demokratis.
  3. Memiliki peran penting dalam menentukan perwakilan rakyat dengan memungkinkan warga negara memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif.
  4. Berperan dalam menguatkan demokrasi dengan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam pemilihan pemimpin dan menentukan kebijakan negara.
  5. Mendorong partisipasi politik warga negara dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam proses politik dan meningkatkan kesadaran politik.
  6. Memfasilitasi pergantian kekuasaan yang damai dengan menyediakan jalur terorganisir untuk mengubah pemerintahan tanpa konflik atau kekerasan.

Dalam pelaksanaan pemilu semua pihak harus memahami prinsip Pemilu yang bertujuan untuk memastikan terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, adil, dan dapat dipercaya oleh masyarakat. Adapun prinsip pemilu antara lain :

  1. Mandiri, yaitu harus diselenggarakan secara mandiri oleh penyelenggara , yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dalam rangka menjaga netralitas dan independensi.
  2. Proposional, yaitu harus mewakili berbagai kepentingan dan aspirasi masyarakat secara proporsional, baik dalam hal perwakilan partai politik maupun masyarakat umum.
  3. Jujur, yaitu harus dilaksanakan secara jujur, bebas dari kecurangan, penipuan, atau manipulasi hasil Pemilihan Umum.
  4. Profesional, yaitu Penyelenggara Pemilihan Umum harus bertindak secara profesional dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka, dengan mematuhi kode etik dan standar kerja yang ditetapkan.
  5. Adil, yaitu harus dilaksanakan secara adil tanpa diskriminasi, memastikan kesempatan yang sama bagi semua peserta Pemilihan Umum untuk berkompetisi secara adil.
  6. Akuntable, yaitu Penyelenggara harus bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan nya.
  7. Berkepastian hukum, yaitu harus dilaksanakan berdasarkan hukum yang berlaku, dengan adanya ketentuan yang jelas dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat.
  8. Efektif, yaitu Penyelenggaraan pemilihan umum harus efektif dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, termasuk dalam hal partisipasi pemilih, keamanan, dan integritas pemilu.
  9. Tertib, yaitu harus dilaksanakan dengan tertib, menjaga ketertiban dan keamanan selama proses berlangsung, dan
  10. Efisien, yaitu harus dilakukan secara efisien, dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal.
  11. Terbuka, yaitu harus dilaksanakan secara terbuka dan transparan, dengan memberikan kesempatan bagi partai politik, calon, dan pemilih untuk memperoleh informasi yang diperlukan tentang proses Pemilihan Umum.
Baca juga  Sido Rempah, Meracik Ulang Kejayaan Rempah Nusantara

Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila merupakan konsep demokrasi yang memiliki landasan nilai dalam Pancasila, yaitu dasar negara Indonesia. Konsep demokrasi pancasila merujuk pada sistem politik yang diterapkan di Indonesia, di mana demokrasi dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Pancasila.

Pengertian demokrasi Pancasila tersebut agak berbeda dengan demokrasi secara umum terutama dalam dasar pelaksanaanya. Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang terdiri dari lima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Demokrasi Pancasila mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi yang diintegrasikan dengan nilai-nilai Pancasila tersebut, dimana kekuasaan pilitik tertinggi di tangan rakyat.Dengan demikian demokrasi pancasila memiliki ciri dan karakter tersendiri yaitu antara lain :

  1. Dasar Nilai Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Nilai-nilai ini menjadi pedoman dalam menjalankan sistem politik dan mempengaruhi kebijakan publik.
  2. Kedaulatan Rakyat, yaitu mengutamakan kedaulatan rakyat sebagai prinsip utama. Kekuasaan politik berada di tangan rakyat dan diwujudkan melalui pemilihan umum yang demokratis. Rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik.
  3. Keberagaman dan Toleransi, yaitu pengakuan terhadap keberagaman sosial, budaya, dan agama di Indonesia. Demokrasi Pancasila mendorong adanya kerukunan, toleransi, dan menghargai perbedaan dalam masyarakat. Hal ini tercermin dalam prinsip persatuan Indonesia dalam Pancasila.
  4. Gotong Royong, yaitu masyarakat Indonesia didorong untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, baik dalam pembangunan maupun dalam menjaga keharmonisan sosial. Gotong royong menjadi landasan dalam membangun solidaritas dan persatuan.
  5. Perlindungan Hak Asasi Manusia, yaitu setiap warga negara memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati dan dilindungi, termasuk hak atas kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, hak untuk berorganisasi, dan hak untuk beragama.
  6. Partisipasi Publik, yaitu mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik dan pengambilan keputusan. Masyarakat diharapkan ikut serta dalam konsultasi publik, musyawarah, dan diskusi yang berkaitan dengan kebijakan publik. Partisipasi publik ini penting dalam membangun masyarakat yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi rakyat.
  7. Sistem Ketatanegaraan, yaitu melibatkan sistem ketatanegaraan yang menjunjung tinggi prinsip pembagian kekuasaan antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sistem ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan menghindari konsentrasi kekuasaan yang berlebihan.

Dengan ciri dan kerakteristik demokrasi pancasila tersebut maka pelaksanaan pemilu terutama pemilihan Presiden Republik Indonesia pada dasarnya melakukan kontestasi untuk memperoleh dukungan/suara terbanyak tetapi tetap menjunjung tinggi kebersamaan pada saat sebelum dan sesudah pemilu. Oleh karena itu sangat mungkin sekali setelah selesai kontestasi untuk bersama-sama bersatu dalam satu kebinet. Sebab apapun visi dan misi yang diusung oleh semua kontestan pasangan Presiden dengan Wakil Presiden pada hilirnya sama yaitu membangun bangsa dan negara Indonesia menuju kesejahrean masyarakat yang adil dan makmur.

Pembagian Kekuasaan Pasca Pemilu Presiden RI

Mekanisme pembagian kekuasaan yang dilaksanakan di Indonesia dibagi secara vertikal dan horizontal. Lebih jauh lagi, konsep negara dan pemilik suatu tugas ditentukan lewat proses ini. Pembagian kekuasaan secara vertikal, yaitu peran terstruktur dan bertingkat, yaitu setiap pemegang peran ini memiliki kedudukan yang tidak sama sebagaimana dimaksud pada UU Pasal 18 Ayat 1 UUD bahwa mekanisme pembagian kekuasaan yang dilaksanakan di Indonesia dimulai dari urutan kabupaten/kota, provinsi, hingga di pusat.

Jadi, Pemerintah pusat memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari provinsi maupun kota. Sedangkan Pembagian kekuasaan secara horozontal, yaitu peran terstruktur horizontal atau sejajar, yaitu setiap pemegang peran ini memiliki kedudukan yang sama. Dalam pembagian kekuasaan secara horizontal ini, diperlukan adanya konsistensi dari semua pemilik peran karena sifatnya masif dan untuk kemajuan bangsa. Dan untuk pembagian kekuasaan secarar horizontal, peran-peran yang ada di pemerintahan negara Indonesia antara lain : Legislatif, Konstitutif, Eksekutif, Yudikatif, dan Inspektif:

Setelah selesai Pemilu yang tepatnya setelah dilantik, maka pertama kali langkah yang harus dilakukan oleh Presiden terpilih yang berperan sebagai kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara sangat menentukan dalam pembagian kekuasaan Indonesia baik dalam Kabinet maupun pejabat negara yang lain. Biasanya yang paling awal dalam kekuasaannya adalah penunjukkan para menteri.

Oleh karena itu jika prinsip gotong royong diimplementasikan oleh seluruh calon pasangan presiden dan wakil presiden menjadi priorotas untuk menduduki kursi Menteri. Alangkah indah dan damainya negeri Indonesia ini jika ini terjadi.

Jakarta, 6 Desember 2023

BEDJO SANTOSO