Sejak tahun 2014 lalu, penyatuan tata ruang dan pertanahan di Indonesia telah dilakukan dalam satu Kementerian yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Sinergi ini ditandai dengan peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) yang dilaksanakan setiap tanggal 24 September.
Tahun ini, Hantaru 2019 mengangkat tema “ATR/BPN Menuju Penataan Ruang dan Pelayanan Pertanahan yang Berkepastian Hukum dan Modern”. Rangkaian kegiatan Hantaru mulai dari tanggal 24 September – 8 November 2019, yang dilakukan tidak hanya melibatkan pegawai Kementerian ATR/BPN namun juga masyarakat serta stakeholder terkait yaitu jajaran Kantor Wilayah BPN provinsi Kalimantan Timur, Kepala Kantor pertanahan se-Kalimantan Timur, dan perwakilan Organisasi Perangkat Daerah Kota Samarinda. Seperti yang diawali dengan Sosialisasi Reforma Agraria di Kalimantan Timur, Jakarta, Kepulauan Riau dan ditutup di Kalimantan Barat.
Percepatan Reforma Agraria terus didengungkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), seperti yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 86 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Sosialisasi Reforma Agraria.
Kalimantan Timur, Provinsi yang kini menjadi sorotan setelah ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) pun tak lepas dari sosialisasi reforma agraria. “Selamat untuk kita sebagai Ibu Kota Negara. Tetapi, jangan hanya senang, kita harus berbuat sesuatu, (yaitu) salah satunya melalui sosialisasi reforma agraria,” ujar Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Timur, Mazwar, pada sambutannya dalam acara Sosialisasi Reforma Agraria di Hotel Bumi Senyiur di Samarinda (9/10).
Lebih lanjut Mazwar menjelaskan mengapa sosialisasi ini dianggap penting. Reforma Agraria mempunyai tujuan besar dan mulia, antara lain mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan, menangani sengketa dan konflik agraria, serta menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat berbasis agraria.
Ratmono selaku Direktur Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat mengatakan bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tidak bisa bekerja sendiri dalam pelaksanaan Reforma Agraria. Ia menegaskan perlunya kerja sama antarpihak guna kelancaran program ini. “Pembangunan di daerah bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Daerah setempat. Begitu juga dengan kegiatan Reforma Agraria yang bukan tanggung jawab Kantor Pertanahan saja, tetapi tanggung jawab semua pihak,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama Kepala Subdirektorat Inventarisasi dan Data Landreform, Muhammad Syukur, dengan jujur mengatakan bahwa memang masalah ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia sangat terlihat. “Kita tidak bisa menepikan masalah bahwa ketimpangan masih ada, maka diharapkan reforma agraria harus bisa menyelesaikan sengketa-sengketa agraria antara masyarakat dengan perusahaan dan antara masyarakat dengan pemerintah,” ungkap Muhammad Syukur.
Setiyo Utomo, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman selaku narasumber dalam kegiatan ini menjelaskan bahwa tujuan Reforma Agraria, antara lain untuk mengatasi ketimpangan kepemilikan lahan, mendekatkan masyarakat dengan sumber ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja. (TA/AF)