JAKARTA (majalahagraria.today) – Kabar mengejutkan diterima oleh Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia (FSPM Indonesia) terima dari beberapa pekerja pariwisata khususnya di sektor perhotelan. Baru sebulan ada kebijakan menjaga jarak sosial (social distancing), seluruh pekerja (270 orang) di Hotel Aryaduta Jakarta terkena PHK dan seluruh pekerja di Hotel Mulia Senayan Jakarta yang berjumlah sekitar 1070 orang mengalami pengurangan upah.

Sejak adanya himbauan untuk menjaga jarak sosial (social distancing), tingkat hunian hotel turun secara tajam. Pada 22 Maret 2020, tingkat hunian di Kota Surabaya berkisar 7% sampai 15%. Di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman rata-rata 6%. Di Jakarta antara 5% sampai 10%.

Penurunan tingkat hunian terus berlanjut, pada 4 April 2020, tingkat hunian di Kota Surabaya kurang dari 4%, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman hanya 2-3%. Sementara di Jakarta maksimal 5%.

Masih adanya tamu yang menginap atau membuat acara di hotel disebabkan beberapa hal seperti pesanan acara perjamuan yang tidak dibatalkan sepeti resepsi perkawinan Kompol Fahrul Sudiana di Hotel Mulia Senayan Jakarta. Namun hampir semua pesanan dibatalkan atau ditunda oleh pemesan.

Sementara tamu yang menginap mengaku karena tidak bisa kembali ke negara asalnya seperti Jepang yang menolak menerima kedatangan tamu dari negara lain. Sehingga terpaksa menjadi long stay guest. Memang masih ada tamu lokal namun jumlahnya sangat sedikit.

Dengan tingkat hunian rendah tersebut, beberapa hotel menerapkan kebijakan untuk meliburkan pekerjanya. Manajemen hotel menyebutnya mengambil unpaid leave. Istilah ini sebenarnya tidak cocok dan tidak benar karena unpaid leave adalah permintaan cuti yang diajukan oleh pekerja secara sukarela tanpa dibayar oleh pihak perusahaan. Sementara pemerintah menyebutnya _“dirumahkan”._

Kebijakan meliburkan atau merumahkan pekerja akhirnya dimaknai dengan beragam kebijakan oleh manajemen hotel. Beberapa hotel yang manajemennya baik dan taat aturan ketenagakerjaan membuat kebijakan seperti pekerja mengambil jatah cuti panjang, cuti tahunan, mengambil jatah libur dari public holiday, tidak memperpanjang pekerja kontrak atau menghentikan casual worker. Hal ini positif karena manajemen hotel tidak melakukan pemutusan hubungan kerja atau tidak mengurangi upah.

Namun ada beberapa hotel yang “mengambil keuntungan” dari merebaknya virus corona seperti Hotel Aryaduta Jakarta milik Lippo Grup dan Hotel Mulia Senayan Jakarta.

Baca juga  RRI DUKUNG PENUH ANUGERAH KARTINI MUSIK & FIILM INDONESIA 2025

Di Hotel Aryaduta Jakarta, tanpa ada perundingan dan pemberitahuan sebelumnya, hanya dalam sehari, pekerja di PHK dan hanya diberikan kompensasi 1 PMTK untuk pekerja tetap dan 1 bulan upah untuk pekerja kontrak. 1 PMTK adalah 1 x Pasal 156 ayat 2, 1 x Pasal 156 ayat 3 ditambah Pasal 156 ayat 4 undang-undang ketenagakerjaan. Aturan normatif menyebutkan diberikan kompensasi 2 PMTK

Tindakan ini merupakan pelanggaran aturan normatif karena pemberian kompensasi 1 PMTK hanya berlaku jika pekerja melakukan kesalahan dan telah mendapat surat peringatan atau mengunakan pasal 164 ayat (1) yang menyebutkan : Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur).

Kalimat keadaan memaksa (force majeur) inilah yang dipakai oleh manajemen Hotel Aryaduta secara jalim untuk merampas hak bekerja buruh dan mengurangi kompensasi buruh. Padahal sejatinya Hotel Aryaduta tidak tutup. Hal ini dapat dibuktikan melalui iklan yang cukup viral yaitu Hotel Aryaduta menyediakan paket karantina eksklusif Corona.

Sementara Hotel Mulia Senayan Jakarta membuat kebijakan yang merugikan hak-hak pekerja berupa upah. Pekerja dipaksa membuat pernyataan yang isinya mengajukan cuti tidak dibayar (unpaid leave) atas kesadaran sendiri, melepaskan kewajiban perusahaan dan tidak menuntut perusahaan di kemudian hari secara perdata atau pidana. Pihak hotel selanjutnya membuat kebijakan yaitu hanya membayar 40% sampai 85% untuk yang masih bekerja dan 50% untuk yang diliburkan atau dirumahkan.

Jelas tindakan yang dilakukan oleh kedua manajemen hotel tersebut melanggar aturan karena tindakan PHK adalah langkah terakhir. Sementara untuk upah, tetap wajib dibayarkan sebagaimana PP 78 Tahun 2015 Pasal 25 yang isinya: “Pengusaha wajib membayar Upah apabila Pekerja/Buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi Pengusaha tidak mempekerjakannya, karena kesalahan sendiri atau kendala yang seharusnya dapat dihindari Pengusaha”. Kendala ini dapat dihindari karena ada surat dari *Kemenko Perekonomian Nomor S-80/M-EKON/03/2020 tertanggal 29 Maret 2020.*
Bahwa alasan pengusaha tidak membayar upah karena pendemi covid 19 adalah tidak tepat dan berdasar karena sudah ada surat dari *Kemenko Perekonomian Nomor S-80/M-EKON/03/2020 tertanggal 29 Maret 2020* yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta yang intinya meminta data pekerja formal atau non formal yang di PHK atau dirumahkan yang terdampak Covid 19.

Baca juga  BNPB Ajak Warga Riau Olah Lahan Gambut Tanpa Bakar Untuk Cegah Karhutla

Hal itu kemudian ditindak-lanjuti dengan Surat Edaran Disnaker Propinsi DKI Jakarta yang mengirimkan formulir data pekerja kepada Pimpinan Perusahaan untuk melaporkan jumlah pekerja yang dirumahkan sehingga percepatan implementasi Program Kartu Prakerja melalui Pelatihan Keterampilan Kerja dan Pemberian Insentif secara lebih luas dapat segera diterima oleh pekerja yang berdampak tersebut.

Berkaitan hal tersebut sikap kami adalah sebagai berikut :

1. Mengecam tindakan pengusaha yang melakukan PHK dan mengurangi upah pekerja dengan memanfaat alasan hunian turun akibat pendemi covid 19.

2. Menuntut Dinas Tenaga Kerja Propinsi DKI Jakarta untuk melindungi pekerja dengan cara jemput bola ke perusahaan agar mendapatkan data real pekerja yang terkena PHK dan upahnya dikurangi akibat dirumahkan.

3. Memanggil dan memberikan sanksi kepada pengusaha yang melakukan PHK dan mengurangi hak-hak buruh.

4. Meminta kepada kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk memberikan instruksi kepada seluruh Kepala Dinas Tenaga Kerja di seluruh Indonesia untuk melaksanakan surat dari *Kemenko Perekonomian Nomor S-80/M-EKON/03/2020* dengan melakukan pendataan pekerja secara akurat agar percepatan implementasi Program Kartu Prakerja melalui Pelatihan Keterampilan Kerja dan Pemberian Insentif secara lebih luas dapat segera diterima oleh pekerja yang berdampak tersebut.

#MaskerUntukSemua
#jagajarak
#BERSATU🇮🇩TANGGUH…BERSATU🇮🇩SEMBUH
#tidakmudik