Ki Musbar selaku Presiden Peternak Layer Nasional, sangat menyayangkan keluarnya Petisi Ragunan yang dinilainya sangat tidak bijak.
Misalnya saja, dalam Petisi tersebut disampaikan bahwa pemerintah tidak berpihak karena di sisi hulu pemerintah memaksa untuk harga mahal dengan berbagai kebijakan, tetapi di bagian hilir, harga sesuai mekanisme pasar.
Dalam Petisi tersebut juga disebutkan Pemerintah mengatur kebijakan di hulu, tapi di hilirnya tidak pernah diatur.
Menurutnya, sejak tahun 2015 sampai saat ini, peternak sudah bekerjasama dengan Kementan dan Kemendag untuk kebijakan hulu dan hilir.
“Puncaknya adalah dengan keluarnya Permentan No 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan telur Konsumsi, dan hasilnya sudah dirasakan oleh peternak saat ini, setelah beberapa tahun sebelumnya peraturan ini belum ada”, ungkap Ki Musbar.
Ia katakan bahwa ini adalah prestasi utama dari Kementan yang mengatur investasi di sektor hulu dan hilir. Selanjutnya, pengaturan tentang harga juga telah dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan.
Menurutnya, kebijakan Kementerian Pertanian terkait perunggasan saat ini sudah on the track dan kondusif sejak tahun 2016.
“Kita peternak layer sudah merasakan dampak dari kebijakan tersebut”, ungkapnya.
Mencermati adanya keterlibatan asosiasi peternak layer yang ikut andil dalam petisi tersebut adalah di luar sepengetahuan kami dan kami tidak tahu sepak terjang dan keabsahan organisasi tersebut, karena asosiasi peternak layer yang sah saat ini ada 3 asosiasi dan 1 koperasi, yaitu: Pinsar Indonesia, Pinsar Petelur Nasional dan Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara, serta Koperasi Peternak Putra Blitar.