Didalam peta kuliner Jepang, selain ada 4 rasa utama – asin, manis, asam, dan pahit ada rasa kelima yang sangat populer disebut dengan Umami. Dan dalam beberapa dekade belakangan ini Umami menjadi obsesi para pejuang kuliner, baik sebagai sumber kenikmatan makan yang baru juga obsesi untuk mewujudkannya dalam setiap hidangan.

Kini dalam setiap perbincangan kuliner atau acara kuliner di televisi – Umami seringkali diperbincangkan menjadi topik yang panas. Umami di alam dapat kita dapati dibanyak bahan makanan, mulai dari jamur, rumput laut, ikan hingga kecap. Namun secara kimiawi – umami lebih sering di setarakan dengan vietsin atau MSG. Secara global MSG memiliki potensi ekonomi mendekati $ 4 milyar tahun 2020. Luar biasa bukan ? Malah hingga tahun 2030 diperkirakan akan tumbuh diatas $ 5 milyar.

Walaupun demikian MSG ini banyak dimusuhi orang, karena konon sejak dipakai berlebihan di banyak restoran, hingga menyebabkan kasus alergi akut. Juga dicurigai sebagai sumber penyakit tertentu. Perdebatan pro dan kontra tentang MSG terus berlanjut. Yang jelas MSG memang disebut sebagai sebagai stimulan bagi syaraf dan otak. Dosis yang terlampau besar jelas sangat berbahaya. Namun dosis yang rendah di buktikan sangat bermanfaat bagi otak.

Seorang ahli Kimia – Kikunae Ikeda dari Imperial University of Tokyo kira-kira seabad yang lalu berhasil menguraikan secara kimiawi dan ilmiah, apa itu umami. Berkat ketekunan beliau – ia berhasil mengisolasi glutamic acid atau C5H9NO4. Inilah sumber asli Umami. Yang kemudian disintesakan menjadi molekul kimia untuk menciptakan rasa kelima atau Umami.

Hanya saja karena MSG menjadi perdebatan pro dan kontra selama bertahun-tahun, para pejuang kuliner mencari alternatif sumber umami di alam, atau di bahan makanan yang alami. Siapapun yang berhasil memanen Umami dan menerapkannya dalam seni kuliner, maka orang itu dijamin bakal terkenal. Di Indonesia Umami ini diterjemahkan secara populer sebagai gurih. Artikel ini ditulis berkat cerita sejumlah praktisi kuliner Indonesia, yang merasa bahwa gurih atau umami ala Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Yang bisa mengangkat kuliner Indonesia menjadi fenomena global. Sehingga pemahaman gurih sangat kritis bagi keberhasilan kuliner Indonesia untuk mendunia.

Sebenarnya sejak jaman doeloe, kita sudah memiliki pencerahan terhadap rasa gurih ini, dan kita mewarisi sejumlah tradisi dan kearifan untuk menciptakan rasa gurih ini. Salah satu yang paling lawas, mungkin adalah ikan asin. Konon seorang arkeolog Indonesia – Ibu Titi Surti Nastiti, membuat sebuah buku, yang menjelaskan bahwa sejak abad ke VII ikan asin sudah memiliki peran penting dalam sekonomi Mataram Kuno. Buku Ibu Titi Surti Nastiti yang berjudul “Pasar di Jawa” : Masa Mataram Kuno Abad VII-XI Masehi mengungkap, bahwa masyarakat Mataram Kuno menjadikan ikan asin menjadi salah satu komoditi yang kerap diperdagangkan di pasar-pasar di Jawa sejak 13 abad silam. Tapi yang paling penting adalah ikan asin disamping dijadikan lauk yang penting dijaman itu, ikan asin juga dijadikan perasa utama untuk sejumlah kuliner di Nusantara. Dashi atau kaldu utama dalam kuliner Jepang terdiri dari kuah yang dibuat dari rebusan rumput laut dan serutan ikan tenggiri kering. Ikan memang dikenal penuh dengan rasa umami alias gurih. Daerah – daerah Indo China seperti Vietnam, Kamboja, Laos dan Thailand sangat populer dengan kecap ikan, sebagai salah satu sumber umami atau gurih yang terpenting. Disamping ikan asin, masih ada satu perasa umami atau gurih utama yaitu terasi. Walaupun agak repot digunakan tetapi terasi adalah perasa umami atau gurih yang luar biasa. Banyak resep kuliner Nusantara yang memiliki senjata rahasia yaitu terasi.

Baca juga  Ekonomi Tahun Kerbau Logam – Canda Bisnis ala Kafi Kurnia

Lebih lanjut menurut buku Ibu Titi Surti Nastiti – ikan asin tercatat minimal dalam 2 prasasti yang berbeda. Prasasti pertama adalah Prasasti Pangumulan A yang berangka tahun 824 saka atau 902 Masehi. Prasasti kedua adalah Prasasti Rukam yang berangka tahun 829 saka atau 907 Masehi. Catatan ini menunjukan kearifan yang luar biasa tentang ikan asin dalam budaya kuliner Nusantara. Kini para praktisi kuliner kembali memberdayakan ikan asin, sebagai sumber umami dan atau gurih. Maka sekarang banyak kita temukan ikan asin dipakai dalam resep-resep menumis sayur dan malah dalam nasi goreng.

Sumber umami atau gurih yang berikutnya adalah kelapa yang memberikan dua kontribusi yaitu minyak goreng dan santan. Jadi jangan heran kalau begitu banyak kuliner nusantara yang menggunakan santan atau digoreng dengan minyak kelapa. Makanan yang legendaris barangkali adalah ayam goreng PoP yang sering kita santap diberbagai restoran Padang. Menurut resepnya ayam di ungkep dalam air kelapa atau santan dengan sejumlah rempah-rempah lalu digoreng dengan minyak kelapa. Teman saya dari Inggris, mengatakan ayam PoP adalah ayam goreng paling enak di dunia. Saya sangat setuju dengan pendapat ini.

Baca juga  Ekonomi Seni – Canda Bisnis ala Kafi Kurnia

Selain bahan-bahan alami diatas kita masih memiliki beberapa senjata untuk menciptakan umami atau gurih. Antara lain adalah telur asin, yang populer dan menjadi komoditi industri di beberapa daerah setelah kemerdekaan pada tahun 1945. Kini telur asin muncul dibanyak menu restoran sebagai perasa umami atau gurih. Misalnya kepiting yang dimasak dengan telor asin, atau nasi goreng telur asin. Saat ini anda bisa membeli bubuk telur asin di berbagai supermarket sebagai bagian dari bumbu masak.

Perasa umami atau gurih lainnya masih cukup banyak, tapi yang sangat dominan dalam peta kuliner Nusantara adalah kecap, baik yang asin dan manis. Hampir semua kuliner Nusantara dipengaruhi dengan perasa umami dan gurih ini. Namun perasa umami atau gurih lainnya yang hampir kita lupakan, yaitu taoco atau fermentasi kacang kedelai. Taoco ini dikenal baik di Korea, Jepang, hingga China dan negara-negara Asia lainnya. Dibeberapa negara taoco masih sangat dominan, namun di Indonesia nasibnya mulai terlupakan.

Artikel ini saya tulis dengan maksud memahami antomi umami dan gurih ala Indonesia, dengan sejumlah bahan alami mulai dari ikan asin, terasi, telur asin, kelapa (santan) hingga kecap dan taoco. Mungkin pemahaman ini bisa mendorong kita melakukan rekontruksi kuliner Nusantara dan menciptakan kreasi baru yang lebih kreatif dan inovatif. Dan menjadi senjata rahasia kita untuk membuat kuliner Nusantara mendunia seperti cita-cita kita bersama.

 

#SiapUntukSelamat
#BersatuLawanCovid19
#CuciTangan
#JagaJarak
#MaskerUntukSemua
#TidakMudik
#DiRumahAja