AGRARIA.TODAY – Pertumbuhan masyarakat dunia, termasuk Indonesia, sangat dinamis. Hal ini berpengaruh juga terhadap penataan ruang di suatu wilayah. Oleh karena itu, negara-negara yang berada dalam kondisi tertentu harus merespons dengan beberapa skenario, sebagai antisipasi dan penyesuaian terhadap perubahan tersebut.
“Inilah yang kemudian kita respons dengan Undang-Undang Cipta Kerja,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Sesditjen PPTR), Shafik Ananta, yang hadir secara daring dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Turunan UUCK Bidang Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Selasa (05/10/2021).
Berdasarkan UUCK, Seditjen PPTR menjelaskan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menyiapkan 5 produk turunan. Dua di antaranya terkait dengan bidang Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, yaitu PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, serta PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
“PP 20/2021 ini merespons penyempurnaan dari PP 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar. Kemudian PP 21/2021 itu konteksnya adalah menggantikan beberapa PP sebelumnya, yang kemudian di antaranya ada banyak perubahan. Alhamdulillah di acara ini, dapat kita respons sama-sama antar pihak,” kata Shafik Ananta.
Shafik Ananta menambahkan, posisi pengendalian dan penertiban ruang adalah sebagai petugas hukum. Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, koneksinya kepada pemanfaatan ruang melalui Online Single Submission (OSS) yang berubah, maupun perubahan di beberapa aturan lain. “Kita bisa melakukan peninjauan kembali rencana tata ruang yang tidak sesuai. Misalnya, banyak pembangunan di Jakarta yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Jadi, fungsi pengendalian ini untuk mendukung perencanaan tata ruang,” jelasnya.
Dalam PP 21/2021, terdapat lima hal yang menjadi tumpuan di bidang pengendalian pemanfaatan ruang. Sesditjen PPTR menjelaskan, pertama dalam penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). “Yang diberikan KKPR tadi, dilaksanakan atau tidak. Nanti hasilnya apa. Nah, Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS) akan bekerja di sana termasuk kalau ada pelanggaran-pelanggaran yang tidak sesuai,” ucapnya.
“Kedua adalah penilaian perwujudan rencana tata ruang. Apakah yang direncanakan ini akan terwujud 20 tahun ke depan. Ini hal baru yang kita masukkan ke dalam PP 21/2021. Kemudian yang ketiga, ada pemberian insentif dan disinsentif. Ini bukan hal baru, penerapannya tentu kita juga belajar dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” tambahnya.
Lebih lanjut, hal baru yang dikenalkan PP 21/2021 ialah yang keempat dan kelima, yakni pengenaan sanksi serta adanya penyelesaian sengketa penataan ruang. “Pengenaan sanksi administratif sangat dikedepankan sehingga sanksi pidana akan menyusul kemudian. Sementara untuk penyelesaian sengketa, nanti orang bisa appeal terhadap perencanaan tata ruang, pemerintah daerah bisa appeal rencana tata ruang yang merugikan daerah tersebut, misalnya. Ini bisa ada jalannya antara pihak sehingga ada profesi baru, apakah yang disebut dengan mediator, konsolidator, atau negosiator,” pungkas Shafik Ananta. (LS/FM)
#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia