AGRARIA.TODAY – Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong warga di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memanfaatkan lahan kritis agar menjadi produktif, sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat.

Masalah lahan kritis di Kabupaten Bantul merupakan persoalan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Pasalnya, daerah tersebut memiliki lahan kritis yang tersebar di sejumlah desa, di antaranya di Desa Selopamioro, Desa Seloharjo, dan Desa Dlingo.

Untuk itu, Direktorat Sinkronisasi Urusan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (SUPD) II Ditjen Bina Bangda Kemendagri mengunjungi salah satu lokasi lahan kritis di Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, Kamis (20/1/2022). Daerah tersebut merupakan desa binaan Ditjen Bina Bangda Kemendagri.

Kunjungan ini dipimpin langsung Direktur SUPD II Iwan Kurniawan. Kedatangan Iwan disambut langsung oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kabupaten Bantul Bobot Ariffi’aidin. Dalam kesempatan itu, hadir pula perwakilan dari kelompok tani yang mengelola lahan kritis di daerah tersebut.

Iwan menegaskan, cara efektif penanganan lahan kritis adalah dengan memberdayakan masyarakat setempat. Dengan begitu, langkah ini dapat memberikan manfaat signifikan bagi petani, masyarakat, maupun lingkungan.

“Kunjungan kami ke sini untuk mengidentifikasi apa sebenarnya masalah sumber daya air di sini. Di tempat ini total ada 35 hektare lahan yang sudah dikelola oleh bapak-bapak petani dengan baik,” ujar Iwan.

Baca juga  Kemendagri dan Perpamsi Jalin Kerja Sama Tingkatkan Pelayanan PDAM, Sediakan Air Minum Aman dan Layak

Dirinya mengenang saat pertama kali menangani lahan yang dikunjunginya tersebut. Dulu, kata dia, di lahan itu hanya terdapat tanaman ubi dengan kondisi lahan yang sangat kering. Namun, berkat pengelolaan dari para petani, kini telah tumbuh berbagai jenis tanaman, seperti tanaman keras dan tanaman sela.

“Saya dengar durian sudah pernah berbuah, kelengkeng juga sudah pernah berbuah. Dan selain tanaman keras yang penghasilannya dicapai 3 sampai 5 tahun, Bapak-Bapak juga menanam tanaman sela untuk penghasilan 3 bulanan. Ini baik untuk masyarakat dan baik untuk lingkungan,” terang Iwan.

Di lain sisi, dirinya menjelaskan permasalahan yang dihadapi para petani yakni soal ketersediaan air. Kondisi itu sempat memaksa para petani mengambil air secara ilegal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Hal itu lantas memicu sejumlah persoalan antara petani dan PDAM.

Sementara itu, di hadapan Iwan, Tugimin (62), salah satu petani yang hadir, menceritakan bagaimana upaya para petani dalam mengelola lahan kritis hingga menjadi produktif bernilai ekonomis. Mereka menanam tanaman sela untuk penghasilan bulanan, dengan tetap merawat tanaman keras yang menjadi tumbuhan pokok di lahan tersebut.

Baca juga  Internalisasi Core Values BerAKHLAK, Sekjen Kemendagri Minta Pegawai Kemendagri Miliki Mental Melayani

Meski diakuinya, dari lima komoditas yang mereka tanam, terdapat dua komoditas yang gagal tumbuh dengan baik. Dirinya membenarkan, ketersediaan air menjadi permasalahan yang masih dihadapi petani dalam mengelola lahan.

“Masalah yang ada di sini adalah masalah yang sama seperti pertama kali kegiatan ini dimulai Pak, yaitu ketersediaan air. Dulu lahan di sini sangat kering, sekarang telah membuahkan hasil. Dari lima komoditas yang kami tanam, rambutan dan sirsak mengalami kegagalan,” ungkapnya.