“Saya sendiri dulu juga bukan businessman, bukan profesional yang punya segudang pengalaman atau bukan marketing expert. Kami adalah nerds,” kata Zaky melalui surat elektronik kepada Antara.
Bukalapak bermula dari tiga sekawan Zaky, Fajrin Rasyid (kini Presiden Bukalapak) dan Nugroho Herucahyono (kini CTO Bukalapak) yang punya ide untuk membuat platform dagang untuk membantu pedagang kecil. Usai lulus dari Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Zaky pulang kampung ke Sragen dan mendapati banyak tetangganya yang berbisnis kecil-kecilan, namun tidak berkembang meski pun sudah berjalan belasan tahun.
“Ini lah sebenarnya alasan yang membuat saya kepikiran bagaimana cara yang tepat untuk membantu mereka,” kata Zaky.
Sayangnya, tidak banyak yang memahami ide Zaky hingga membuatnya sulit menemukan kawan yang tepat untuk membuat platform seperti itu. Pencarian Zaky akhirnya bermuara pada Nugroho, teman kuliahnya, dan Fajrin yang sempat bekerja di perusahaan konsultan.
Zaky dan kawan-kawan akhirnya mereka membuat platform Bukalapak, pertama kali hadir di internet pada 2010. “Bukalapak akhirnya live untuk pertama kalinya mulai Januari 2010 dari sebuah kamar kosan,” kata Zaky.
Zaky menyadari produk buatan mereka belum sempurna, latar belakang para pendiri sebagai engineer membuat mereka kurang memahami bagaimana tampilan sebuah web agar terlihat menarik.
“Latar belakang founders Bukalapak adalah engineer semua yang hanya bisa mengolah kode untuk mengubahnya menjadi produk. Itu pun tidak sempurna. Kami semua bukan web designer yang bisa menyulap tampilan web menjadi cantik,” kata Zaky.
Karyawan kabur, ditagih calon mertua
Setelah Bukalapak muncul, Zaky harus mengalami kenyataan pahit tidak ada yang mengunjungi platform mereka.
“Sama sekali enggak ada pengunjung, tapi kami berdua pantang menyerah,” kata Zaky, 33 tahun.
Belum selesai urusan pengunjung website, Zaky juga kesulitan merekrut orang-orang ke dalam tim Bukalapak meski pun mereka sudah membuka iklan lowongan pekerjaan selama berbulan-bulan.
“Sampai akhirnya ada juga yang apply dan berhasil kami terima. Tapi, yang bersangkutan justru kabur sejak hari kedua karena alasannya ‘kantornya unik’,” kata Zaky.
“Mungkin benar juga sih karena waktu itu hanya saya, Xinuc (Nugroho), dan dia saat itu. Haha,” sambung Zaky.
Zaky bahkan menyebut jabatannya sebagai CEO adalah singkatan dari Chief Everything Officer karena dia mengerjakan banyak hal.
Tantangan membesarkan Bukalapak belum berhenti di situ, Zaky menyebut titik terendah mereka adalah saat mereka kehabisan dana pribadi dan sulit mendapatkan investor.
“Saat itu kami mencoba cari investor untuk pertama kalinya susah setengah mati karena tidak ada yang tertarik,” kata Zaky.
Saat itu tidak ada yang mau berinvestasi sebesar Rp100 juta untuk Bukalapak padahal mereka membutuhkan dana tersebut untuk upgrade server yang hampir jebol.
“Di saat yang bersamaan, calon mertua sudah mulai nanya: ‘kamu kerja di mana?’,” kata Zaky.
Zaky bertahan untuk mengurus Bukalapak, bermodal semangat bahwa platform ini akan membantu usaha kecil.
“Saya menyadari bahwa keterbatasan itu merupakan sebuah pembelajaran. Dengan terbiasa menghadapi keterbatasan, kita bisa terus mencari cara agar bisa survive“.
Zaky mengibaratkan perjalanannya dengan Bukalapak sebagai lari marathon, terbiasa berlatih untuk lari jarak jauh sehingga pelari dapat beradaptasi dan menjadi lebih kuat.
“Berlari kencang dalam perlombaan jarak jauh pun enggak akan terasa capek. Mindset kita harus selalu terasah dengan melalui segala proses yang berat seperti itu,” kata Zaky.
Ketika Bukalapak muncul pada 2010 lalu, tidak semua orang mengenal e-commerce atau belanja online, ekosistem bisnis online saat itu pun belum sematang sekarang. Kesulitan Bukalapak bukan semata pada jumlah pengguna, tapi, juga peluang kerja sama dengan lembaga keuangan dan perusahaan logistik.
“Pasarnya pun juga masih terlihat kecil. Tapi, memang waktu itu kita yakin bahwa suatu hari semuanya akan serba terhubung dengan internet,” kata Zaky.
Penetrasi internet dan ponsel pintar di Indonesia berkontribusi pada pertumbuhan e-commerce, termasuk untuk Bukalapak.
“Menurut saya 2015-2016 itu mungkin adalah periode critical growth dari pasar mobile internet app,” kata Zaky.
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia untuk 2018 mencatat sudah 171 juta orang Indonesia yang saat ini terhubung ke internet, penetrasi internet mencapai 64,8 persen.
Bukalapak turut tumbuh, dari yang semula sepi seminat hingga kini akhirnya mereka memiliki hampir dua juta transaksi setiap hari.
“Sama sekali nggak pernah terpikir,” kata Zaky ketika ditanya apakah dia pernah terbayang Bukalapak menjadi sebesar sekarang.
Post-unicorn
Bukalapak terus bertumbuh hingga akhirnya menyandang status unicorn pada 2017, startup keempat di Indonesia yang memiliki valuasi di atas 1 miliar dolar.
Menjelang berstatus unicorn, Bukalapak mulai mengembangkan program Mitra Bukalapak yang membidik warung tradisional untuk berjualan berbagai produk yang tersedia di Bukalapak, termasuk menjual pulsa kartu seluler.
“Meski kelihatannya hanya didominasi pemain ritel besar, tapi sebenarnya ada jutaan peritel konvensional. Kebanyakan mereka itu berbentuk small business seperti warung dan toko kelontong. Mereka ini yang kami lihat daya saingnya perlu naik kelas karena kebanyakan memang nggak melek digital,” kata Zaky.
Bisnis yang belum terjamah digital mengusik Zaky, dia berharap warung tradisional pun bisa bertumbuh dan kompetitif melalui program Mitra Bukalapak. Warung yang menjadi Mitra Bukalapak hanya perlu memasang aplikasi untuk mengatur produk-produk yang mereka jual.
Warung pun dibekali pembayaran melalui dompet digital agar mereka bisa menjual produk digital seperti pulsa.
“Kami enggak akan berhenti di titik ini. Masih banyak lagi yang bisa dieksplorasi melalui ekosistem warung Mitra Bukalapak,” kata Zaky.
Mimpi besar Zaky untuk Bukalapak masih terus berlanjut setelah mereka menyandang status unicorn, dia ingin platform ini juga dapat menjangkau negara lain.
Bukalapak tahun ini membuka BukaGlobal untuk mempromosikan produk-produk dari UMKM Indonesia. Mimpi besar lainnya, Bukalapak ingin membuka lapangan kerja sebesar mungkin dan menjadi kontributor pajak terbesar untuk negara.
Membangun negeri
Berbicara mengenai ekosistem perusahaan rintisan, Zaky mengaku sangat senang melihat anak-anak muda Indonesia membangun startup baru dengan ide-ide yang segar.
“Itu juga bagian dari membangun negeri,” kata Zaky.
Zaky secara pribadi mengartikan “membangun negeri” sama dengna membangun pikiran. Indonesia sebagai negara yang luas memiliki populasi yang besar, startup asing melihat Indonesia sebagai pasar yang besar pula.
“Sekarang ini eranya menciptakan. Jadi kita harus benar-benar lebih kreatif dalam melihat segala sesuatu, termasuk di pekerjaan”.
Kreativitas menurut Zaky akan berperan penting untuk membangun pikiran baru, pada akhirnya anak-anak muda akan berkontribusi pada pembangunan negeri.
Artikel ini dikutip dari Antaranews.com