Terkait reformasi sektoral, Pemerintah Indonesia tengah berusaha untuk mendukung penuh investasi di bidang infrastryktur melalui tiga strategi utama sesuai RPJMN 2015-2019. Pertama, pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar seperti air minum, sanitasi, listrik dan perumahan.
Kedua, pemberian dukungan sektor-sektor terdepan dengan membangun konektivitas melalui jalan tol laut, transportasi intermoda, serta pelayanan daring seperti e-Government, e-Health, e-Education, e-Logistic, e-Commerce, juga sektor energi.
Ketiga, pemberian dukungan transportasi urban, di antaranya melali pembangunan sistem transportasi massal intermoda berbasis jalan dan rel,” ujar Menteri Bambang. Selain isu reformasi administrasi dan reformasi sektoral, Indonesia juga menghadapi dua isu penting terkait implementasi dan realisasi investasi di Indonesia, yaitu kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) dan Daftar Negatif Investasi (DNI) atau Investment Negative List.
Menurut laporan EoDB dari Bank Dunia, Indonesia tercatat sebagai negara berpredikat Top Regulation Reform karena secara konsisten telah berhasil memperbaiki peringkat EoDB dari 106 di 2016, 91 di 2017, hingga 72 di 2018.
Sesuai mandat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Pemerintah Indonesia kini berupaya untuk meraih posisi 40 dalam peringkat EoDB pada 2019 mendatang. Untuk mengatasi isu DNI agar fasilitas investasi dapat tersedia di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan revisi DNI, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016.
Peraturan tersebut menegaskan tujuh sektor yang kini 100 persen terbuka bagi investasi langsung asing atau Foreign Direct Investment (FDI), yaitu: 1) distributor yang berafiliasi dengan produksi; 2) bahan mentah untuk farmasi; 3) kerja sama e-Commerce dengan usaha kecil dan menengah (UKM); 4) marketplace; 5) industri film; 6) layanan infrastruktur transportasi dan pendukungnya; dan 7) pariwisata.
Meski FDI turun 41 persen di semester pertama 2018, realisasi investasi Indonesia masih didominasi FDI, dengan share FDI sebesar 56,6 persen dari total FDI ditambah Investasi Langsung Domestik atau Domestic Direct Investmet (DDI). Pertumbuhan FDI pun tercatat menurun 2 persen di semester pertama 2018.
Secara umum, terdapat koneksi antara DNI dan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah sangat menyadar bahwa target pembangunan infrastruktur tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan satu pendekatan pendanaan, mengingat terbatasnya anggaran pemerintah yang hanya mampu membiayai 41,3 persen total kebutuhan infrastruktur senilai USD 148,2 miliar.
Sisa kebutuhan infrastruktur sebesar 22,2 persen atau senilai senilai USD 79,8 miliar dan 36,5 persen lainnya atau senilai USD 131,1 miliar diharapkan dapat dipenuhi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public-Private Partnership dan Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).