JAKARTA – Dalam pidatonya di Dialog Nasional II: Pemindahan Ibu Kota Negara bertema “Menuju Ibu Kota Masa Depan: Smart, Green, and Beautiful” di Ruang Djunaedi Hadisumarto, Gedung Saleh Afiff, Kementerian PPN/Bappenas, Rabu (26/6), Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa Ibu Kota Negara (IKN) akan menjadi wujud nyata pusat pemerintahan berprinsip Indonesia-sentris.
Pembangunan IKN juga harus modern dan berstandar internasional, dengan tata kelola pemerintahan yang efisien dan efektif. IKN juga diperkirakan akan memicu lahirnya pusat pertumbuhan ekonomi baru.
“Investasi pembangunan ibu kota baru akan memberikan efek pengganda ekonomi, yakni output multiplier untuk perekonomian nasional sebesar 2,3, artinya setiap Rp 1 penambahan investasi akan menambah output sebesar Rp 2,3. Keterkaitan ekonomi provinsi ibu kota baru dengan provinsi lain di sekitarnya akan menjadi salah satu pendorong investasi di provinsi lain. Employment multiplier-nya adalah sebesar 2,9. Artinya, berapa banyak pekerjaan yang tercipta untuk setiap tambahan satu pekerjaan di sektor publik. Dampaknya cukup besar dan meyakinkan,” jelas Menteri Bambang.
Pemindahan IKN juga dapat menurunkan kesenjangan antar kelompok pendapatan. Terlihat dari persentase kenaikan price of capital sebesar 0,23 persen diiringi dengan kenaikan price of labour sebesar 1,37 persen. Artinya, pemindahan IKN ke provinsi baru akan mendorong diversifikasi ekonomi ke sektor yang lebih padat karya sehingga dapat membantu menurunkan kesenjangan antar kelompok pendapatan di tingkat regional maupun di tingkat nasional.
“Selain untuk mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, kita ingin pembangunan ibu kota baru ini menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Dampak pemindahan ibu kota baru terhadap perekonomian nasional akan menambah Real GDP nasional sebesar 0,1 persen. Ini artinya, kalau baseline pertumbuhannya 5 persen, maka dengan adanya kegiatan membangun ibu kota baru ini, akan bertambah dari 5 persen jadi 5,1 persen. Dampak langsung dari 0,1 persen yang diberikan oleh pemindahan ibu kota ini sekitar Rp 15 triliun. Efek positif tersebut karena didorong penggunaan dari sumber daya potensial yang selama ini masih belum dimanfaatkan. Dampak ekonomi dari pemindahan IKN tentunya akan lebih maksimal apabila dibarengi dengan peningkatan produktivitas, inovasi, dan teknologi di provinsi terpilih dan sekitarnya,” jelas Menteri Bambang.
Selain itu, menurut Menteri Bambang, pemindahan IKN juga akan menurunkan kesenjangan antar wilayah melalui perdagangan antar provinsi di Indonesia baik dari Pulau Jawa ke provinsi luar Pulau Jawa, serta antar provinsi di Luar Pulau Jawa.
“Lebih dari 50 persen wilayah Indonesia akan merasakan peningkatan arus perdagangan apabila IKN dipindah ke provinsi yang memiliki konektivitas yang baik dengan provinsi lain. Konektivitas perdagangan antara daerah di luar Pulau Jawa juga perlu ditingkatkan terutama antara daerah yang menjadi lokasi IKN dengan daerah-daerah sekitarnya dan bahkan ke daerah yang menjadi sasaran pemerataan pembangunan seperti Kawasan Timur Indonesia,” kata Menteri Bambang.
Menteri Bambang mencontohkan pengalaman dampak ekonomi pemindahan IKN Brazil yang dilakukan oleh Quistorff pada 2015. Sementara dari Brazilian Institute of Geography and Statistics World Urbanization Prospects mencatat peningkatan populasi Brasilia secara berurutan dari 1955, 1960, hingga 2019 adalah 69.669, 136.643, dan 4.558.991.
“Studi pemindahan IKN Brazil dari Rio de Janeiro ke Brasilia pada tahun 1960 menunjukkan bahwa tidak ada kerugian ekonomi yang dialami Rio de Janeiro, sedangkan Brasilia mengalami dampak positif yang signifikan. Sepuluh tahun awal pasca pemindahan ibu kota, pertumbuhan penduduk Brasilia per tahun mencapai 14,4 persen dibandingkan Rio de Janeiro yang hanya 4,2 persen per tahun. Efek pengganda output yang dihasilkan adalah sebesar 2,93, sementara efek pengganda lapangan kerja adalah sebesar 1,7 terhadap pekerjaan swasta tercipta dari setiap penambahan pekerjaan di sektor publik,” pungkas Menteri Bambang.