Keseriusan Pemerintah terutama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam menangani kasus sengketa dan konflik pertahanan khususnya memberantas mafia tanah terus dilakukan. Hal ini guna memastikan masyarakat tidak dirugikan dan terhindar dari pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh mafia tanah.

“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia yang telah menjadi partisipan dalam program ini. Saya senang sekali, gerakan kita untuk memerangi mafia tanah makin bergema, sudah beberapa kasus besar diungkapkan ada yang sudah divonis, dan ada yang dalam proses. InsyaAllah setelah rapat ini mafia tanah tidak akan lagi sebebas dulu,” ujar Sofyan A. Djalil Menteri ATR/Kepala BPN saat membuka Rapat Koordinasi Pemberantasan Mafia Tanah dan Pencegahan Mafia Tanah tahun 2018 di Grand Kemang, Jakarta, Senin (29/10).

Sofyan A. Djalil menambahkan adanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 merupakan ide brilian masterpiece dari Undang-Undang Pertanahan yang mewajibkan seluruh tanah di Indonesia terdaftar. Hanya saja, adanya krisis dan permasalahan politik yang terjadi pada saat itu membuat UUPA ini berjalan lamban dan pembenahannya tidak sistematik, akibatnya sampai tahun 2018 ini baru 51 juta bidang tanah di Indonesia yang terdaftar dan dari jumlah tersebut ada sekitar 20 juta bidang tanah yang sertipikatnya melayang atau belum jelas kepastian hukumnya.

Baca juga  Presiden Pastikan Program Sertifikasi Lahan di Indonesia Akan Diteruskan

“Oleh sebab itu, Presiden meminta Kementerian ATR/BPN untuk melakukan percepatan pendaftaran tanah dengan memenuhi target di setiap tahunnya. Dengan begitu, jika bidang tanah di seluruh Indonesia sudah terdaftar maka potensi mafia tanah ke depan akan sangat berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Target kita tahun ini mendaftarkan 7 juta bidang tanah dan itu sudah hampir terpenuhi, harapannya bisa sampai 8 juta bidang sehingga kita bisa memperbaiki sertipikat yang melayang-layang tadi,” ujar Sofyan A. Djalil.

Ketidakpastian hukum terhadap pertanahan sangat menggangu iklim investasi. Hal itu menyebabkan orang sangat takut membeli tanah di Indonesia karena rentan akan permasalahan pertanahan. Oleh karena itu, kepastian hukum harus disediakan oleh negara dengan baik dan tegas.

Di daerah sering kali ditemui kasus pemalsuan dokumen seperti girik yang diindikasi dilakukan oleh mafia tanah dan bukti pemalsuannya sangat banyak sekali. Hal itu menjadi salah satu penyebab munculnya 8.000 konflik dan sengketa tanah yang terjadi.

Baca juga  Tutup HANTARU 2019, Sofyan A. Djalil: Berharap Kementerian ATR/BPN Makin Maju dan Modern

Kementerian ATR/BPN telah melakukan Perjanjian Kerja Sama atau MoU dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia guna mencegah dan memberantas mafia tanah yang ada di seluruh Indonesia. Rapat ini sebagai tindak lanjut dari MoU tersebut yang diharapkan akan menghasilkan pemikiran dan persamaan persepsi mengenai pola-pola pencegahan dan penanganan masalahan agraria, pemanfaatan ruang dan tanah terutama yang terdapat indikasi tindakan pidana.