“Program kami ini semacam upaya mengulang kejayaan bawang putih 25 tahun yang lalu …”
Bawang putih pernah swasembada pada 1993-1995. Tahun itu areal tanam bawang putih masih 21.000 hektare, namun terus turun hingga tinggal 2.000 ha pada 2017. Untuk mengulang swasembada bawang putih dibutuhkan lahan tanam 80.000 Ha. Pada 2017 lalu total produksi bawang putih sebanyak 19.000 ton. Jumlah itu jauh dari kebutuhan sebanyak 550.000 ton. Karena itu sebanyak 96 persen bawang putih masih harus impor. Pemerintah sedang mengevaluasi mengapa sepanjang 25 tahun terakhir Indonesia selalu mengimpor komoditi ini. Volume dan nilai impor terbesar sayuran adalah bawang putih dan kentang.
Dibanding bawang putih, impor kentang tidak diributkan karena digunakan untuk industri. Sementara bawang putih dipakai semua rumahtangga yang jika harganya naik bisa mempengaruhi semuanya. “Program kami ini semacam upaya mengulang kejayaan bawang putih 25 tahun yang lalu,” kata Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Suwandi, di Jakarta, Jumat (4/5/2018). Suwandi menengarai turunnya hasil meskipun produktivitasnya naik, disebabkan kebijakan yang tidak tepat, yaitu impor yang tinggi. “Impornya seperti digerojok,” katanya. Logikanya, barang impor berapapun yang masuk tidak naik. “Dari sisi kebijakan, arahan Menteri Pertanian adalah kita harus swasembada. Maka keluarlah ‘roadmap’ 2021 Swasembada,” katanya.
Untuk swasembada, berdasarkan roadmap tadi, bisa tercapai tahun 2021. Saat ini hasil 19.000 ton baru dijadikan benih semua, dan itu pun tidak cukup karena 19.000 ton hanya bisa dijadikan benih 2 ton, yang jika ditanam adalah 2.000 ton (1 Ha perlu 1 ton benih). (TEGUHIS)